REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei bersama sejumlah peneliti lintas negara menemukan bahwa populasi orangutan hanya tersisa di sebagian wilayah Indonesia dan Malaysia. Jumlah individu satwa dilindungi itu tersisa sekitar 60 ribu saja.
Dosen Biologi Universitas Nasional, Dr Sri Suci Utami Atmoko, mengatakan, jumlah orangutan itu didapatkan lewat survei yang dirinya lakukan bersama peneliti lain dari Malaysia dan negara lain. Survei bersama tersebut dilakukan selama dua tahun penuh pada 2014-2015 dan hasilnya dirilis pada 2016.
"(Berdasarkan survei tersebut) terdapat sekitar 60 ribu individu orangutan yang tersebar di 40 metapopulasi," kata Suci, seorang ilmuwan yang sudah 30 tahun meneliti orangutan, dalam seminar daring yang digelar Auriga Nusantara, Senin (13/12).
Suci memerinci, sebanyak 13.710 individu orangutan di antaranya adalah Orangutan sumatera (Pongo Abelii). Mereka tersebar di 10 metapopulasi di sebelah barat danau Toba, Sumatera Utara, sampai ke Aceh.
Lalu, sebanyak 500-800 individu orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) yang hanya ada di satu metapopulasi, yakni di Kecamatan Batan Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara dan sekitarnya.
Terakhir, Orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) sebanyak 45 ribuan individu yang tersebar di 29 metapopulasi. Orangutan kalimantan ini terbagi atas tiga subspesies yang wilayah sebarannya juga berbeda.
Subspesies Pongo pygmaeus pygmaeus tersebar di sebelah utara dan barat Sungai Kapuas di Kalimantan Barat. Kemudian, Pongo pygmaeus wurmbii yang tersebar di bagian selatan dan timur dari Sungai Kapuas Kalimantan Barat hingga Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.
"Ini (Pongo pygmaeus wurmbii) sebaran populasi paling luas dan paling tinggi populasinya," kata Suci.
Subspesies ketiga adalah Pongo pygmaeus morio yang tersebar di sebelah utara Sungai Mahakam hingga ke wilayah Sabah, Malaysia.
Menurut Suci, hasil survei pada 2004 menemukan populasi orangutan hanya tersisa sebanyak 7 ribuan di Sumatera. Tapi, hal ini bukan berarti jumlah satwa dilindungi itu melonjak dengan temuan 13 ribu lebih individu pada 2016. Peningkatan jumlah temuan itu semata-mata karena adanya perbaikan metode survei dan teknis survei.
"Jangan salah paham. Sebab yang namanya ilmu berkembang terus, metode semakin baik. Nah itu bukan berarti populasi orangutan tambah banyak, karena di sana tantangan dan konflik juga banyak," kata dia menegaskan.
Suci menambahkan, ada banyak tantangan bagi orangutan untuk bertahan dari kepunahan. Pertama, alih fungsi lahan atau habitat orangutan menjadi perkebunan sawit, area pertambangan, maupun untuk pembangunan infrastruktur.
Kedua, perburuan oleh manusia. Baik itu perburuan untuk diperjualbelikan ataupun perburuan karena adanya konflik dengan manusia. Konflik antara manusia dan orangutan muncul karena habitat asli mereka telah beralih fungsi.
"Ketiga, kebakaran hutan. Seperti halnya kebakaran hutan masif pada 2015 dan 2019," kata Suci.