REPUBLIKA.CO.ID, LOUISVILLE -- Para ilmuwan sepakat bahwa kasus setiap infeksi SARS-CoV-2, virus corona penyebab Covid-19, baik pada orang dewasa di Yaman atau anak-anak di Kentucky, Amerika Serikat (AS), memberi kesempatan lain bagi virus untuk bermutasi. Namun, melindungi sebagian besar populasi baru di mana pun di dunia ini dapat membatasi peluang tersebut.
Dalam rangka mengurangi kemungkinan penyebaran Covid-19, hampir semua negara bergegas melakukan upaya. Di AS, 28 juta anak-anak berusia lima hingga 11 tahun kini memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin Pfizer-BioNTech dengan dosis ukuran anak.
AS bahkan telah mengizinkan suntikan booster vaksin bagi semua orang dewasa sejak pekan lalu. Sementara itu, Austria telah mewajibkan semua orang dewasa untuk divaksinasi.
Memvaksinasi anak-anak juga berarti mengurangi penyebaran yang tak kentara (silent spread). Sebab, sebagian besar dari anak yang positif Covid-19 tidak memiliki gejala atau bergejala ringan.
Ilmuwan mengingatkan bahwa penyebaran secara tidak kentara itu membuat infeksi virus sulit reda. Sementara itu, ketika orang yang tertular semakin banyak, kemungkinan munculnya varian baru meningkat.
Seorang ahli virologi di University of Wisconsin-Madison di Amerika Serikat, David O'Connor, menyamakan infeksi dengan "tiket lotre yang kita berikan kepada virus". Hadiah utamanya (jackpot) adalah penularan oleh varian yang bahkan lebih berbahaya daripada delta yang beredar saat ini.
"Semakin sedikit orang yang terinfeksi, semakin sedikit tiket lotre yang dimiliki virus untuk bermutasi dan semakin kecil pula risiko kita semua dalam hal menghasilkan varian baru," kata O'Connor, dilansir AP, Selasa, (23/11).
O'Connor menjelaskan bahwa varian baru lebih mungkin muncul pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah yang susah sembuh dari infeksi. Sementara itu, para peneliti sebelumnya tidak sepakat dengan anggapan bahwa anak-anak telah berkontribusi besar dalam penyebaran Covid-19.