REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apakah vaksin corona bisa melindungi saya dari infeksi virus? Tes antibodi mungkin bisa membantu menjawabnya. Namun, masih belum ada nilai standar untuk tes ini.
Setelah terinfeksi virus corona atau setelah divaksinasi, kita membentuk antibodi terhadap protein lonjakan yang ada di virus SARS-CoV-2. Virus menggunakan protein ini untuk mendarat dan menembus sel luar kita.
Lewat protein lonjakan, antibodi yang terbentuk di tubuh dapat mengenali virus itu, mengikatnya dan membuatnya terlihat oleh sel-sel kekebalan tubuh.
Menurut lembaga pengendalian penyakit menular di Jerman Robert Koch Institute (RKI) per 2 November 2021, perlindungan vaksin mRNA seperti dari BioNTech-Pfizer dapat mencapai sekitar 90 persen. Namun, ini tidak berlaku untuk varian Delta, varian ini jauh lebih menular dan sekarang menyebar di banyak wilayah di seluruh dunia.
Varian Delta sangat berbahaya
Efektivitas vaksin dalam melindungi manusia dari infeksi varian Delta pun berkurang. Ahli imunologi Carsten Watzl dari Institut Leibniz di TU Dortmund University memperkirakan efektivitas vaksin BioNTech-Pfizer turun dari 90 persen pada varian aslinya menjadi 88 persen pada varian Delta. Sementara vaksin vektor AstraZeneca dari 66 persen ke 60 persen.
Data dari Israel bahkan menyebutkan bahwa perlindungan terhadap infeksi varian berbahaya saat divaksinasi dengan BioNTech-Pfizer bahkan hanya sekitar 64 persen.
Menurut informasi dari Masyarakat Jerman untuk Imunologi (DGfI), jelas bahwa antibodi ini kembali menurun dalam jangka waktu enam sampai sembilan bulan setelah vaksinasi. Maka pertahanan kekebalan tubuh tidak lagi optimal. Terkait varian Delta, ada juga masalah bahwa tidak semua antibodi selalu dapat mengenali varian ini dengan baik.