Selasa 09 Nov 2021 12:10 WIB

Produksi Jagung Diprediksi Turun Akibat Bumi Makin Panas

Produksi gandum diperkirakan akan naik dalam keadaan Bumi yang menghangat.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Jagung (ilustrasi).
Foto: Humas Kementan.
Jagung (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Jagung adalah salah satu tanaman yang paling penting di dunia. Namun, tanaman ini mungkin akan mengalami ancaman signifikan akibat perubahan iklim.

Sebuah studi baru oleh NASA telah menemukan perubahan iklim yang berkembang melemparkan ketahanan pangan global ke dalam kekacauan.

Baca Juga

Jagung digunakan untuk membuat berbagai jenis makanan mulai dari popcorn hingga pakan ternak. Namun, pada awal 2030, produksi jagung mungkin turun hampir seperempat. Artinya, jika pemanasan global terus berlanjut pada kecepatan saat ini produksi jagung global akan terancam.

Kesimpulan ini muncul dari penelitian terbaru oleh para ilmuwan NASA yang menggunakan pemodelan komputer untuk melihat perkiraan kenaikan suhu di seluruh dunia. Pemodelan juga mengungkap prediksi perubahan pola hujan dan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.

Model menunjukkan bahwa banyak daerah tropis yang saat ini bergantung pada produksi jagung mungkin menjadi terlalu panas bagi tanaman ini untuk berkembang.

“Kami tidak menyangka akan melihat perubahan mendasar seperti itu, dibandingkan dengan proyeksi hasil panen dari model iklim dan tanaman generasi sebelumnya yang dilakukan pada 2014,” Jonas Jägermeyr, seorang ilmuwan di Institut Studi Luar Angkasa Goddard NASA (GISS) dan The Earth Institut di Universitas Columbia, penulis utama studi ini.

Amerika Serikat (AS), China dan Brasil saat ini merupakan produsen jagung terbesar di dunia. Namun, tanaman ini juga ditanam di banyak bagian Asia tengah, Afrika Barat, dan Amerika Tengah. NASA dalam sebuah pernyataan mengungkapkan semua wilayah ini mungkin mengalami penurunan hasil dalam dekade mendatang.

“Bahkan di bawah skenario perubahan iklim yang optimistis, di mana masyarakat memberlakukan upaya ambisius untuk membatasi kenaikan suhu global, pertanian global menghadapi realitas iklim baru,” kata Jägermeyr.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement