REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi baru menemukan kebakaran hutan terjadi di Antartika 75 juta tahun yang lalu. Ketika itu, dinosaurus masih berkeliaran di Bumi.
Selama periode Cretaceous akhir (100 juta hingga 66 juta tahun yang lalu), salah satu periode terpanas di Bumi, Pulau James Ross di Antartika adalah rumah bagi hutan beriklim konifer, pakis, dan tanaman berbunga yang dikenal sebagai angiosperms.
Dilansir dari Science Alert, Rabu (27/10), kebakaran Paleo-fires kuno membakar bagian-bagian dari hutan itu hingga kering. Kebakaran meninggalkan sisa-sisa arang yang sekarang telah diambil dan dipelajari oleh para ilmuwan.
“Penemuan ini memperluas pengetahuan tentang terjadinya kebakaran vegetasi selama periode Cretaceous, menunjukkan bahwa episode seperti itu lebih umum daripada yang dibayangkan sebelumnya,” kata ketua peneliti studi Flaviana Jorge de Lima, ahli paleobiologi di Federal University of Pernambuco di Recife, Brasil.
Temuan ini menandai bukti pertama dalam catatan kebakaran paleo di Pulau James Ross, bagian dari Semenanjung Antartika yang sekarang berada di bawah Amerika Selatan.
Penemuan ini menambahkan bukti bahwa kebakaran spontan biasa terjadi di Antartika selama zaman Campanian (sekitar 84 juta hingga 72 juta tahun yang lalu). Pada tahun 2015, dalam sebuah studi terpisah, para peneliti mendokumentasikan bukti pertama yang diketahui tentang kebakaran hutan zaman dinosaurus di Antartika Barat, menurut sebuah penelitian di jurnal Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology.
Untuk pekerjaan baru, tim ilmuwan internasional menganalisis fosil yang dikumpulkan selama ekspedisi 2015-2016 ke bagian timur laut Pulau James Ross. Fosil-fosil ini berisi fragmen tanaman yang tampak seperti residu arang, yang telah lapuk selama puluhan juta tahun terakhir.
Fragmen arang berukuran kecil-potongan setipis kertas terbesar hanya berukuran 19 x 38 mm. Namun, pemindaian gambar mikroskop elektron mengungkapkan identitas mereka: Fosil ini kemungkinan adalah gymnosperms yang terbakar, kemungkinan dari keluarga botani pohon jenis konifera yang disebut Araucariaceae.
Kebakaran hutan yang intens sering terjadi dan meluas selama akhir periode Cretaceous, meskipun sebagian besar bukti kebakaran ini terletak di Belahan Bumi Utara. Beberapa kasus yang terdokumentasi di Belahan Bumi Selatan di tempat yang sekarang disebut Tasmania, Selandia Baru dan Argentina.
Selama akhir periode Cretaceous, super benua Gondwana pecah, meninggalkan tempat-tempat seperti Antartika lebih terisolasi dari sebelumnya. Wilayah bebas es ini memiliki banyak sumber pengapian, termasuk sambaran petir, bola api dari meteor yang jatuh, dan aktivitas gunung berapi, serta vegetasi yang mudah terbakar dan kadar oksigen yang tinggi. Faktor-faktor ini membantu api menyala dengan cepat.
Sekarang, para peneliti sedang mencari catatan baru kebakaran paleo di lokasi lain di Antartika. Studi ini dipublikasikan secara online pada 20 Oktober di jurnal Polar Research.