REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jutaan informasi hadir setiap detik. Tak jarang, informasi yang kita dapatkan justru hoaks atau misinformasi.
Manajer kebijakan Publik WhatsApp untuk Indonesia Esther Samboh mengungkapkan tiga pilar sebagai kontribusi WhatsApp untuk menyetop misinformasi. Pertama, dari sisi produk.
Esther mengatakan ada fitur-fitur WhatsApp yang sebenarnya sudah cukup banyak diketahui tetapi banyak pengguna yang belum memanfaatkan fitur-fitur tersebut. Contohnya, pelaporan dan blokir.
“Ini penting banget sebenarnya untuk dilakukan, karena ini bisa membantu WhatsApp. WhatsApp itu ada teknologi yang bekerja terus 24 jam, tujuh hari non-stop. Kita tidur dia tetap bekerja untuk mendeteksi laporan-laporan ini,” ujar Esther dalam acara konferensi virtual JaWAra Internet Sehat: Gerakan Anak Muda Se-Indonesia Melawan Misinformasi dengan Cara Beragam, Selasa (5/10).
“Jadi, kalau misal (ada) hoaks terus kita ‘Ah hoaks’ tidak ada inisiatif untuk melaporkan atau memblokir, itu sebenarnya kita tidak memutus mata rantainya. Kita cuma memperkaya diri sendiri mungkin ‘Oke, saya sudah tahu bahwa saya harusnya tidak cepat percaya’” tambahnya.
Esther melanjutkan memiliki kesadaran tidak langsung percaya itu bagus, tetapi untuk meningkatkan tingkat dan berkontribusi ke sekitar, laporkan pesan dan akun tersebut supaya WhatsApp bisa membantu.
“Ini sangat amat membantu sekali sebenarnya di sistemnya WhatsApp supaya bisa menangkap nomor ini, akun ini sudah banyak mendapatkan laporan dari masyarakat. Kalau kita melaporkan ada penyebabnya kenapa gitu kan, jadi itu juga membantu teknologinya WhatsApp untuk cepat mendeteksi,” katanya.
Selain itu, ada kode-kode yang diberikan di dalam aplikasi WhatsApp, yakni label Diteruskan dan Diteruskan Berkali-kali. Berdasarkan FAQ Website Resmi WhatsApp, pesan yang telah diteruskan akan ditandai dengan label “Diteruskan” yang membantu pengguna untuk mengetahui apakah pesan yang dikirim tersebut merupakan pesan yang ditulis oleh teman atau keluarga, atau berasal dari orang lain.
Pengguna dapat meneruskan pesan hingga lima chat sekaligus. Ketika pesan telah diteruskan berkali-kali, pesan tersebut hanya dapat diteruskan ke satu chat pada satu waktu.
Esther menuturkan secara umum dan secara global pembatasan meneruskan pesan berlabel Diteruskan ini sudah mengurangi pesan-pesan tersebut sebanyak 20 persen. Sedangkan pembatasan kemampuan pengguna meneruskan pesan berlabel 'Telah Diteruskan Berkali-kali' ini sudah menurunkan pesan itu sebesar 75 persen secara umum dan secara global.
Kedua, dari sisi kolaborasi. Terkait kampanye, WhatsApp berkolaborasi bersama ICT Watch. Sepanjang tahun ini ada lima program, di antaranya Literasi Digital, JaWAra Internet Sehat. Lalu, ada juga online course, konten video dan kampanye WhatsApp.
“Jadi dari sisi pengguna masyarakat umum ‘apa yang bisa saya lakukan?’ coba berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan ini juga akan sangat amat membantu meningkatkan pengetahuan kita,” ujar Esther.
Ketiga, sisi kemitraan. WhatsApp juga bermitra dengan third party fact checker dalam mengembang chatbot yang cukup mudah digunakan secara pribadi maupun anggota keluarga yang usianya cukup tua. Salah satu contohnya, chatbot milik Mafindo.
Cara pengecekan faktanya bisa bermacam-macam. Pengguna bisa langsung meneruskan pesan yang ingin dicek ke nomor chatbot third party fact checker untuk melakukan pengecekan fakta atau bisa juga dicek berdasarkan kata kunci.
“Kadang-kadang saya suka forward saja link untuk mengecek, nanti botnya biasanya ada yang bisa mendeteksi dari situ dan ada juga tips cara menghindari hoaks dan hal-hal lainnya di chatbot tersebut,” kata Esther.