Rabu 29 Sep 2021 19:25 WIB

Bandara Antariksa di Indonesia? Ini Syaratnya Menurut BRIN

BRIN mengutarakan syarat jika Indonesia ingin memiliki bandara antariksa

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Nashih Nashrullah
BRIN mengutarakan syarat jika Indonesia ingin memiliki bandara antariksa. Ilustrasi bandara antariksa
Foto: AP/Chris O'Meara
BRIN mengutarakan syarat jika Indonesia ingin memiliki bandara antariksa. Ilustrasi bandara antariksa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, mengungkap dua syarat untuk memulai pembangunan bandara antariksa di Indonesia, yakni kesiapan lahan dan investor. 

Bandara itu, kata dia, nantinya bukan sekadar fasilitas negara untuk riset, melainkan juga untuk bisnis peluncuran satelit.

Baca Juga

“Kita akan bermitra dengan konsorsium swasta. Bandara ini nantinya bukan sekadar fasilitas negara untuk riset tetapi juga untuk bisnis peluncuran satelit,” ujar Handoko sebagaimana dikutip dari laman resmi BRIN, Rabu (29/9).

Dia menyebutkan, bandara antariksa adalah pembangunan besar sebagai bentuk investasi modal dan melibatkan konsorsium penanaman modal yang besar. Karena itu, kesiapan lahan dan investor menjadi dua syarat agad pembangunan bandara antariksa dimulai.

Handoko mengakui, sudah ada beberapa konsorsium yang menyatakan minatnya. Tapi, karena sifatnya yang rahasia, Handoko tidak dapat menyebutkan konsorsoum-konsorsium mana saja yang menyatakan minat tersebut. 

Menurut dia, hal tersebut adalah bisnis multinasional sehingga membutuhkan kerja sama internasional.

Handoko mengatakan, letak geografis Indonesia membuat negara ini memiliki keuntungkan dalam hal upaya meluncurkan satelit. Dia mengungkapkan, ada potensi penghematan bahan bakar dalam melakujab peluncuran satelit di karena gravitasi Indonesia lebih mendukung dan lebih menguntungkan dari India.

"Indonesia berharap memiliki kemandirian dalam meluncurkan satelit untuk komunikasi, surveillance, mitigasi perubahan iklim, mitigasi bencana, dan sebagainya,” jelas Handoko.

Sementara itu, terkait kabar Space X yang pernah berkomunikasi dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, Erna Sri Adiningsih, menegaskan komunikasi yang pernah berlangsung dengan Space X bukan dalam konteks pembangunan antariksa.

“Space X saat itu membantu memetakan lokasi penerbangan penumpang komersial antarbenua dengan menggunakan roket agar lebih hemat energi dan waktu dibandingkan jika menggunakan pesawat,” terang dia.

Menurut Erna, sebelumnya LAPAN sudah melakukan studi feasibilitas pada lahan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan di Biak. Dia mengatakan, Biak sudah sesuai dalam hal teknis dan lingkungan secara fisik. Namun untuk luasan wilayahnya masih harus diperluas karena belum memenuhi persyaratan minimum. "Sebanyak 1.000 hektare untuk kebutuhan yang lebih besar, selain itu ada aspek sosial budaya yang harus dipikirkan secara serius,” ungkap dia.

“Stasiun bumi di Biak sudah ada sejak lama sebelum BRIN terbentuk. Posisinya berbeda dengan lokasi yang diisukan akan dibangun bandara roket pengorbit satelit,” sambung dia.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala BRIN juga menyampaikan, Morotai adalah salah satu dari beberapa lokasi lainnya yang dipilih sebagai alternatif lokasi bandara roket pengorbit satelit.

“Biak bukan satu-satunya lokasi ideal dan BRIN belum investasi apapun. Saat ini BRIN masih melakukan evaluasi terhadap perencanaan awal. Kajian serupa juga sudah dilakukan di beberapa lokasi lainnya,” kata Handoko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement