Kamis 30 Sep 2021 02:36 WIB

Keparahan Covid-19 Bisa Terprediksi dari Kondisi Hidung

Mikrobiota di hidung-tenggorokan bagian atas bisa jadi penanda keparahan Covid-19.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Reiny Dwinanda
Penderita Covid-19 (ilustrasi). Mikrobiota yang hidup di hidung dan tenggorokan bagian atas merupakan pelindung garis depan terhadap serangan virus, termasuk SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.
Foto: www.freepik.com
Penderita Covid-19 (ilustrasi). Mikrobiota yang hidup di hidung dan tenggorokan bagian atas merupakan pelindung garis depan terhadap serangan virus, termasuk SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK CITY — Studi menunjukkan mikrobiota di hidung dan tenggorokan bagian atas kemungkinan mengandung biomarker untuk menilai kemungkinan keparahan seseorang yang terinfeksi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Hasil studi itu disebut dapat membantu mengembangkan strategi pengobatan baru terhadap penyakit menular tersebut.

Peneliti geriatri Sadanand Fulzele menjelaskan, mikrobiota nasofaring merupakan pelindung garis depan terhadap serangan virus, bakteri, dan patogen lain yang masuk ke saluran napas. Studi yang dirinci dalam jurnal Diagnostics itu memperlihatkan adanya "hubungan kuat" antara mikrobiota hidung, infeksi SARS-CoV-2, dan tingkat keparahan.

Baca Juga

Tim dari Departemen Kedokteran di Medical College of Georgia di Augusta University, Amerika Serikat memeriksa mikrobiota di hidung sejumlah partisipan. Penelitian melibatkan 27 orang berusia 49 hingga 78 tahun yang negatif Covid-19, 30 orang positif tanpa gejala, dan 27 orang positif dengan gejala sedang yang tidak memerlukan rawat inap.

Peneliti melihat individu bergejala Covid-19 punya jumlah bakteri yang rendah di rongga nasofaringnya. Sementara itu, hanya dua individu dalam kelompok negatif Covid-19 dan empat orang positif Covid-19 tanpa gejala yang rendah populasi bakteri di nasofaringnya. Sebagian besar individu positif Covid-19 asimtomatik tampak memiliki mikrobiota dalam jumlah yang cukup.

"Jutaan orang terinfeksi dan relatif sedikit dari mereka yang menunjukkan gejala. Ini mungkin salah satu alasannya," kata direktur Georgia Esoteric and Molecular Laboratory, atau Lab GEM, Ravindra Kolhe dilansir Times Now News, Rabu (29/9).

Baca juga : Mau Vaksinasi Flu, Balita AS Malah Disuntik Vaksin Covid-19

Fulzele menjelaskan, hidung meler dan bersin mungkin menjadi penyebab penurunan jumlah bakteri tersebut. Jumlah bakteri yang sudah jauh lebih rendah mungkin telah meningkatkan risiko individu untuk mengembangkan gejala semacam ini atau virus mungkin telah mengubah kondisi nasofaring.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement