Rabu 29 Sep 2021 16:27 WIB

Kulit Durian Bisa Jadi Krim Antijerawat?

Kulit buah durian memiliki senyawa antibakteri seperti flavonoid,

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Dwi Murdaningsih
Mahasiswa Universitas Brawijaya menciptakan krim antijerawat dari kulit durian.
Foto: Dok. Mahasiswa UB
Mahasiswa Universitas Brawijaya menciptakan krim antijerawat dari kulit durian.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Ide untuk menciptakan sebuah inovasi bisa hadir dari aspek manapun di alam sekitar. Tak terkecuali dari kulit durian yang selalu menjadi limbah di masyarakat.

Lima mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Brawijaya (UB) Putri Ayu M, Nur Khasanah, Annindea Erza N, Dzurrotin Qurrota A, dan Dita Rahmaningtyas di bawah bimbingan dosen Zubaidah Ningsih membuat krim antijerawat. Krim ini dikombinasikan dengan bahan dasar limbah kulit buah durian. 

Baca Juga

Perwakilan kelompok, Nur Khasanah menilai, krim berbahan dasar limbah kulit buah durian lebih efektif mengobati jerawat. Daya hambatnya 18,1 milimeter (mm) sedangkan produk di pasaran yang mengandung tree tea oil sekitar 15,8 mm.

Selain didukung dengan kemampuan daya hambat yang tinggi, kulit buah durian memiliki senyawa antibakteri seperti flavonoid, saponin, tannin, terpenoid, dan alkaloid. Menurut Nur, pengobatan jerawat yang umum dijumpai biasanya dengan cara mengoleskan krim pada kulit (pengobatan topikal).

"Ada juga pengobatan yang diberikan dengan cara dikonsumsi seperti obat (pengobatan sistemik)," ucap Nur di Kota Malang, Rabu (29/9).

Pengobatan yang diberikan secara oles pada kulit memiliki efektifitas lebih tinggi dibandingkan pengobatan yang diberikan secara oral. Hal ini karena cara tersebut dapat menimbulkan resistensi antibiotik di dalam tubuh. Sebab itu, untuk mendukung pengobatan secara oles, dia dan tim membuat krim antijerawat melalui sebuah teknologi bernama nanoemulsi.

Anggota tim, Putri Ayu M menjelaskan, teknologi nanoemulsi terdiria atas fase minyak dan air dengan ukuran droplet kurang dari 200 nm. Luas permukaan yang besar ini dapat memberikan efek hidrasi sehingga meningkatkan permeabilitas kulit dalam penetrasi obat. Kemudian juga bisa mengurangi risiko peradangan jerawat pada kulit.

Suatu teknik yang mendukung teknologi nanoemulsi antara lain mikrofluidisasi. Teknik ini dipilih karena dapat bekerja tanpa menaikkan temperatur sistem dan ukuran droplet nanoemulsinya dapat dikontrol.

"Sehingga dapat dihasilkan krim anti jerawat dengan daya penetrasi yang lebih baik,” ucap Putri.

Adapun mengenai proses pembuatannya, kulit durian awalnya dibersihkan terlebih dahulu. Lalu kulit durian dipotong tipis-tipis bagian dalam kulitnya. Selanjutnya, dilakukan pengovenan pada suhu 60 derajat celsius selama 2×24 jam.

Tahap berikutnya, dilakukan penimbangan berat kulit durian dan penghalusan menggunakan blender lalu diayak. Setelah itu, dilakukan ekstrasi secara maserasi kemudian dipisah pelarutnya menggunakan rotary evaporator. Dari tahapan ini, tim bisa memperoleh ekstrak kulit buah durian.

Berdasarkan uji bakteri yang telah dilakukan, teknik mikrofluidisasi dapat memengaruhi ukuran partikel. Sebab itu, timnya dapat memperoleh ukuran partikel yang lebih kecil sehingga memudahkan nanoemulsi gel masuk ke dalam sel bakteri dan daya hambat yang lebih lebar. Putri dan tim berharap krim antijerawat ini dapat membantu permasalahan penderita jerawat di masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement