REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Perubahan iklim yang cukup signifikan telah dilaporkan beberapa waktu terakhir sepanjang tahun ini. Bahkan, tercatat pada Juli lalu bahwa ini menjadi bulan terpanas di dunia.
Juli tahun ini menjadi bulan terpanas dan menjadi rekor dalam sejarah selama 142 tahun pencatatan dilakukan. Badan Antariksa Amerika (NASA) menyebutnya sebagai bulan terpanas kedua, karena sebenarnya ini hanya 0,02 derajat fahrenheit yang lebih hangat dibandingkan Juli 2016, 2019, dan 2020.
Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional (National Oceanic and Atmospheric Administration/NOAA) mengatakan bahwa pada Juli, gelombang panas, kekeringan, dan banjir terjadi sebagai sebuah dampak kekacauan cuaca. Beberapa contoh yang terjadi seperti di Jerman bagian barat dan Belgia.
Pada Juli, di wilayah dua tersebut, terjadi banjir dan tanah longsor yang menewaskan lebih dari 900 orang. Bahkan, ada beberapa daerah yang juga mengalami curah hujan dua kali lipat dari hujan normal.
Para ilmuwan telah lama meramalkan bahwa pemanasan global akan mengakibatkan peristiwa-peristiwa seperti kekacauan cuaca. Di India, Nepal, Sudan, dan Ethiopia, curah hujan deras memicu banjir mematikan.
Dilansir Discover Magazine, meski terakhir tercatat pada Juli, hingga 13 Agustus, kondisi kering dan panas yang melanda Barat telah membawa kesengsaraan yang tak terkira bagi jutaan orang Amerika. Kebakaran hutan dan asap yang terjadi dari wilayah pantai ke pantai.
Statistik dari National Interagency Fire Center menunjukkan peringkat suhu global Juli. Lebih dari 25.000 petugas pemadam kebakaran hutan dan personel pendukung berusaha untuk menahan 103 kebakaran besar yang telah membakar lebih dari 2,4 juta hektar tanah.