Rabu 04 Aug 2021 15:08 WIB

2 Kali Vaksin Kurangi Potensi Infeksi 60 Persen Varian Delta

Delta membawa risiko gejala parah, meski vaksin menawarkan perlindungan yang baik.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi vaksin
Foto: Prayogi/Republika.
Ilustrasi vaksin

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Orang yang divaksinasi penuh memiliki sekitar 50 hingga 60 persen pengurangan risiko infeksi virus corona jenis baru varian delta penyebab Covid-19. Bahkan, meski seseorang yang tidak memiliki gejala apapun. 

Studi yang dilakukan oleh tim peneliti di Imperial College London menunjukkan bahwa orang yang menerima dua dosis vaksin memiliki kemungkinan untuk tetap Covid-19. Namun, ini tergantung dengan sejumlah faktor, seperti usia.

Baca Juga

Penelitian berfokus pada mereka yang memiliki gejala Covid-19, dengan efektivitas meningkat menjadi sekitar 59 persen. Ini mencakup periode ketika varian delta sepenuhnya menggantikan varian alpha yang sebelumnya dominan.

Perkiraan, yang tidak merinci efektivitas oleh vaksin, lebih rendah daripada yang dilaporkan oleh Public Health England (PHE) untuk Pfizer (PFE.N) dan AstraZeneca (AZN.L). Para peneliti mengatakan ini tidak mengejutkan atau mengkhawatirkan, mengingat perkiraan PHE didasarkan pada mereka yang memiliki gejala dan dites positif Covid-19. 

"Kami sedang melihat efektivitas terhadap infeksi diantara sampel acak dari populasi umum, yang mencakup individu tanpa gejala," ahli epidemiologi Imperial Paul Elliot, yang memimpin studi.

Studi tersebut menemukan bahwa hubungan antara infeksi dan pasien yang harus menjalani rawat inap. PHE mengatakan bahwa delta membawa risiko gejala parah, meski vaksin menawarkan perlindungan yang baik. 

Para peneliti mengatakan bahwa secara keseluruhan, prevalensi pada orang yang tidak divaksinasi adalah 1,21 persen atau tiga kali lebih tinggi dari prevalensi 0,40 persen pada orang yang divaksinasi lengkap. Viral load diantara orang dengan Covid-19 juga lebih rendah pada orang yang divaksinasi.

Para peneliti mempresentasikan temuan terbaru dari survei prevalensi REACT-1 Imperial, yang menunjukkan ada peningkatan infeksi empat kali lipat dalam sebulan mencapai satu dari 160 orang di Inggris. Survei terbaru, yang dilakukan antara 24 Juni dan 12 Juli, mencakup waktu menjelang puncak infeksi yang dilaporkan setiap hari pada 17 Juli dan menemukan bahwa kenaikan itu dipicu oleh penyebaran pada orang lebih muda.

Steven Riley profesor di Imperial College London mengatakan bahwa anak berusia lima hingga 24 tahun menyumbang 50 persen dari semua kasus infeksi, meski mereka hanya 25 persen dari populasi. Sekolah-sekolah di Inggris saat ini juga telah ditutup dan kasus-kasus telah turun.

“Kami telah menunjukkan bahwa sebelum penurunan baru-baru ini, orang-orang muda mendorong infeksi," jelas Riley.

Lebih lanjut, Riley mengatakan bahwa data ini mendukung gagasan bahwa ada ketidakpastian tentang apa yang mungkin terjadi pada September mendatang, ketika sekolah kembali melakukan kegiatan belajar mengajar secara langsung.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement