REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi membuat penggunaan teknologi informasi jadi makin krusial bagi seluruh lapisan masyarakat. Hal ini juga memicu sejumlah oknum untuk menyebarkan ransomware demi memperoleh keuntungan.
Dikutip dari ZD Net pada Senin (2/8), tahun ini, serangan ransomware mengalami peningkatan yang sangat drastis. SonicWall mencatat, pada semester pertama 2021 terjadi peningkatan serangan ransomware sebanyak 151 persen secara year on year.
Karena, pada semester pertama ini, upaya ransomware yang tercatat mencapai 300 juta kasus. Jumlah ini pun membuat tahun ini bisa jadi tahun dengan serangan ransomware terbanyak sepanjang sejarah.
Sejauh ini, serangan ransomware paling banyak terjadi pada bulan April, Mei dan Juni. Negara-negara yang paling banyak terdampak ransomware diantaranya adalah Amerika Serikat, Jerman, Afrika Selatan dan Brasil.
Secara wilayah, Eropa dan Amerika Utara merupakan dua wilayah dengan peningkatan ransomware terbanyak. Di Eropa, serangan ransomware naik 234 persen dan di Amerika Utara naik 180 persen.
Organisasi yang paling banyak mendapat ancaman ransomware adalah oraganisasi kepemerintahan. Berikutnya, ransomware juga paling banyak terjadi pada organisasi pendidikan, kesehatan dan ritel.
Salah satu upaya ransomware yang sempat terjadi adalah kasus di Irlandia beberapa bulan lalu. Serangan itu terjadi pada Health Service Executive (HSE). Saat itu, para peretas sempat melakukan negosiasi soal nominal uang tebusan untuk pemulihan ransomware attack tersebut.