Selasa 03 Aug 2021 06:30 WIB

Studi Peringatkan Risiko Munculnya Strain Resisten Vaksin

Studi ingatkan negara agar tak gegabah lakukan pelonggaran dan gencarkan vaksinasi.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Reiny Dwinanda
Ilustrasi virus corona tipe baru dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat. Melakukan pelonggaran di saat yang tidak tepat dan rendahnya cakupan vaksinasi dapat memunculkan varian baru yang resisten vaksin.
Foto: CDC via AP, File
Ilustrasi virus corona tipe baru dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat. Melakukan pelonggaran di saat yang tidak tepat dan rendahnya cakupan vaksinasi dapat memunculkan varian baru yang resisten vaksin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Para ahli biologi dari University of East Anglia, Inggris, memperingatkan bahwa dunia tengah berada dalam "perlombaan bersenjata" melawan SARS-CoV-2, virus penyebab pandemi Covid-19. Dalam jurnal yang mereka tulis di Virulence, ketidakmampuan melakukan pengetatan pembatasan kegiatan masyarakat dan rendahnya cakupan vaksinasi berisiko besar mengembangkan varian virus yang lebih mematikan ke depannya.

"Pembatasan yang dilonggarkan akan meningkatkan penularan dan memungkinkan populasi virus berkembang, juga meningkatkan potensi evolusioner adaptif dan meningkatkan risiko strain resisten vaksin yang muncul melalui proses yang dikenal sebagai antigenic drift,” tulis mereka, dikutip dari Medical News Today, Senin (2/8).

Baca Juga

Penyimpangan antigenik (antigenic drift) mengacu pada mutasi acak terus-menerus dalam genom virus yang mengubah protein pada permukaan partikel virus. Meski banyak negara yang melakukan vaksinasi besar-besaran dan mengurangi keterisian rumah sakit, namun jumlah kasus yang masih tinggi di banyak negara bisa menjadi medium pencampuran wabah.

Para penulis studi pun mengingatkan kemungkinan adanya banyak varian baru ke depannya. Mereka menunjukkan, selama pandemi, suksesi varian yang lebih menular telah menjadi strain dominan dalam populasi.

"Perhatian utama saya adalah tentang jumlah kasus yang tinggi saat ini," kata salah satu penulis utama Dr. Cock Van Oosterhout, Ph.D., yang merupakan profesor genetika evolusioner di University of East Anglia.

Van Oosterhout menyebut, kasus Covid-19 yang masih meninggi bisa mengakibatkan evolusi lanjutan dari virus. Hal itu dinilainya berisiko, terlebih ketika adanya kekhawatiran evolusi varian yang lebih ganas atau varian yang dapat lolos dari imunitas yang diperkenalkan oleh vaksin.

Para penulis menunjukkan bahwa selama pandemi, suksesi varian yang lebih menular telah menjadi strain dominan dalam populasi. Meski vaksinasi diklaim Oosterhout bisa mengurangi tingkat kematian Covid-19 di beberapa negara, namun masih banyak yang rentan terkena wabah Covid-19.

"Ini menunjukkan kita masih memiliki pertempuran di tangan kita. Untuk alasan itu, kita tidak boleh lengah di tengah perlombaan senjata co-evolutionary," katanya.

Studi itu menyatakan, anak-anak yang secara klinis sangat rentan terhadap Covid-19, termasuk siapapun yang memilih untuk tidak divaksinasi. Di samping itu, ada risiko peningkatan kasus bagi wilayahnya ketika pelonggaran pembatasan dilakukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement