Krisis air nasional
Di tahun 2018, lembaga kebijakan NITI Aayog memperingatkan hampir 600 juta orang menghadapi kelangkaan air yang tinggi hingga tahap ekstrem. Lembaga itu menggambarkan krisis air di India sebagai sejarah terburuk.
Menurut data yang diajukan di parlemen tahun lalu, pada sumur-sumur yang dipantau, 60 persennya telah terjadi penurunan tingkat air tanah. Kota-kota di India bergantung pada layanan tangki air di bulan-bulan musim panas, tetapi mereka yang tinggal di pusat pertambangan memiliki perjuangan yang lebih besar.
Ilyas Ansari yang berusia 35 tahun, tinggal di Desa Chepa Khurd sekitar 50 km dari Pundi juga berkampanye menentang pertambangan batu bara di wilayahnya selama bertahun-tahun. Rumahnya yang tertutup jelaga dan penurunan drastis hasil panennya menjadi gambaran atas kerusakan yang ditimbulkan industri batu bara.
"Kami menanam gandum dan tebu. Sekarang kami bahkan tidak punya air minum," kata Ansari.
Tahun ini, penduduk Desa Chepa, Khurd menggali dua sumur sedalam 275 meter dengan uang hasi hasil patungan warga. “Kami mendapatkan pasokan lewat tangki air tapi itu bukan air minum dan kami hanya bisa menggunakannya untuk mencuci pakaian dan mandi,” kata Ansari.
Di desa Payali Bhatali bagian barat distrik Maharashtra Chandrapur, di kawasan tengah India, air minum dulunya berasal dari sungai di kawasan tetangga Erai, satu-satunya sumber air lokal. Namun sekitar dua dekade lalu sungai itu mengering.
Pemerintah menggali sumur di tepi sungai dan menyiapkan pompa untuk mengirimkannya ke rumah-rumah warga melalui pipa.
Meskipun sistem ini menjamin pasokan air bersih, sistem ini jauh lebih tidak dapat diandalkan dibandingkan sumur-sumur sebelumnya. Pemadaman listrik yang tidak terjadwal mengganggu pemompaan dan membatasi suplai.