REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bekerja dari rumah, saat ini menjadi rutinitas harian sebagian besar masyarakat. Hal ini memunculkan ancaman keamanan baru bagi keamanan data, baik pribadi maupun terkait pekerjaan.
Ketika bekerja di rumah, orang biasanya menggunakan perangkat yang digunakan untuk berbagai kebutuhan. Mulai dari bertransaksi, bekerja, berbelanja, hingga menikmati hiburan.
Horangi, perusahaan keamanan siber untuk organisasi berbasis cloud di seluruh Asia Tenggara, telah mengidentifikasi adanya ancaman keamanan siber dari infrastruktur yang tidak terkonfigurasi dengan tepat.
Sering kali, organisasi mengabaikan area ini sehingga berpotensi menimbulkan risiko untuk organisasi yang mengadopsi metode work from home (WFH) karena pademi.
Hal ini didasari analisis terhadap 285 ribu pemindaian yang dilakukan aplikasi multi-cloud Warden, solusi Cloud Security Posture Management (CSPM) milik Horangi. Temuan tersebut menyoroti, dari 57 ribu pindaian terdapat 20 persen kesalahan konfigurasi yang berpeluang untuk dimanfaat kan sebagai vektor ancaman oleh pelaku ancaman keamanan siber.
Kesalahan konfigurasi ini umumnya me cakup akses unrestricted serta akses ilegal terhadap jaringan di dalam organisasi. CEO dan co-founder Horangi, Paul Hadjy, menjelaskan, saat ini para pemimpin dan pemangku kepentingan di sektor IT perlu memfokuskan kembali tujuan dan investasi mereka pada kebijakan, access control, pelatihan pengetahuan keamanan siber, hingga pencegahan kehilangan data untuk keamanan kerja jarak jauh.
Survey global yang dilakukan pada Oktober 2020, dari Jones Lang LaSalle Incorpo rated (JLL), Singapura, menunjukkan, 72 persen dari 2.033 pekerja dari 10 negara, cenderung memilih melanjutkan kerja jarak jauh pascapandemi. Namun, seiring hal itu, risiko terhadap serangan keamanan siber meningkat bersamaan dengan ruang kerja yang tersebar.
Senada, Gartner melihat, sebagian besar serangan yang terjadi pada layanan cloud di pengaruhi oleh kesalahan saat menyiapkan infrastrukturnya. Hal ini meningkatkan risiko untuk kerja jarak jauh pada masa yang akan datang.
Meningkatnya kebergantungan pada platform virtual dan metode komunikasi juga menimbulkan adanya peningkatan serangan phising dan ransomware yang mengarah ke hilangnya data personal dan data-data penting.