Senin 26 Jul 2021 14:30 WIB

Ilmuwan Luncurkan Database Protein Terlengkap di Dunia

Database protein dibuat dengan teknologi yang disebut AlphaFold.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
DNA (ilustrasi)
DNA (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Para ilmuwan meluncurkan database paling lengkap dari protein yang membentuk blok bangunan kehidupan. Terobosan ini disebut-sebut akan mengubah penelitian biologis secara fundamental.

Pada Kamis (22/7), para peneliti di DeepMind Google dan European Molecular Biology Laboratory (EMBL) meluncurkan database 20 ribu protein yang diekspresikan oleh genom manusia. Database ini tersedia online secara bebas dan terbuka.

Baca Juga

Mereka juga memasukkan lebih dari 350 ribu protein dari 20 organisme seperti bakteri, ragi dan tikus yang diandalkan para ilmuwan untuk penelitian.

Untuk membuat database, dilansir dari Japan Today, Senin (26/7), para ilmuwan menggunakan program machine learning canggih yang mampu memprediksi secara akurat bentuk protein berdasarkan urutan asam aminonya. Ilmuwan melatih sistem yang dinamakan AlphaFold pada database 170 ribu struktur protein yang diketahui.

AI kemudian menggunakan algoritme untuk membuat prediksi akurat tentang bentuk 58 persen dari semua protein dalam proteome manusia. Jumlah ini lebih dari dua kali lipat jumlah struktur akurasi tinggi  protein manusia yang telah diidentifikasi peneliti selama 50 tahun eksperimen langsung. AlphaFold bisa melakukannya hanya dalam semalam.

Berbagai macam aplikasi

Aplikasi dari penelitian ini sangat besar, mulai dari meneliti penyakit genetik dan memerangi resistensi anti-mikroba hingga merekayasa tanaman yang lebih tahan kekeringan.

“Dengan sumber daya ini tersedia secara bebas dan terbuka komunitas ilmiah akan dapat memanfaatkan pengetahuan kolektif untuk mempercepat penemuan, mengantarkan era baru biologi yang mendukung AI,” kata pemenang Hadiah Nobel Kedokteran 2001 dan direktur Institut Francis Crick, Paul Nurse.

John McGeehan, direktur Pusat Inovasi Enzim di Universitas Portsmouth, yang timnya mengembangkan enzim yang mampu mengonsumsi sampah plastik sekali pakai. Dia mengatakan AlphaFold telah merevolusi bidang tersebut.

“Apa yang kami lakukan selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun, AlphaFold dapat melakukannya di akhir pekan. Saya merasa kami baru saja melompat setidaknya satu tahun lebih cepat dari posisi kami kemarin,” katanya.

Kemampuan untuk memprediksi bentuk protein dari urutan asam amino menggunakan komputer daripada eksperimen sudah membantu para ilmuwan di sejumlah bidang penelitian. AlphaFold sudah digunakan dalam penelitian obat untuk penyakit yang secara tidak proporsional mempengaruhi negara-negara miskin.

Satu tim yang berbasis di Amerika Serikat (AS) menggunakan prediksi AI untuk mempelajari cara mengatasi jenis bakteri yang resistan terhadap obat. Kelompok lain menggunakan database untuk lebih memahami bagaimana SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19, berikatan dengan sel manusia.

Pemenang Hadiah Nobel Kimia 2009, Venki Ramakrishnan mengatakan penelitian Kamis (22/7), yang diterbitkan dalam jurnal Nature, adalah kemajuan menakjubkan dalam penelitian biologi. Dia mengatakan AlphaFold pada dasarnya telah memecahkan apa yang disebut “masalah pelipatan protein”. Dia berpendapat bahwa struktur 3D dari protein tertentu harus dapat ditentukan dari urutan asam aminonya dan yang telah membingungkan para ilmuwan selama setengah abad.

Mengingat  jumlah bentuk yang secara teoritis dapat diambil oleh protein sangat besar, masalah lipatan protein adalah sebagian dari kekuatan pemrosesan.

Pada 1969, ahli biologi molekuler AS Cyril Levinthal terkenal berteori bahwa dibutuhkan waktu lebih lama dari usia alam semesta yang diketahui untuk menghitung semua konfigurasi protein yang mungkin menggunakan perhitungan kasar.

Tetapi dengan AlphaFold yang   mampu melakukan sejumlah perhitungan yang memusingkan setiap detik, masalah tidak punya peluang ketika dihadapkan dengan AI dan algoritme.

“Ini telah terjadi jauh sebelum banyak orang di lapangan memperkirakannya. Akan menarik untuk melihat banyak cara yang secara fundamental akan mengubah penelitian biologi,” kata Ramakrishnan.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement