Polusi karbon dioksida dari penerbangan luar angkasa masih dapat diabaikan. Roket menyumbang sekitar 0,0000059 persen dari semua emisi CO2 pada 2018, menurut Everyday Astronaut. Sementara itu industri penerbangan menyumbang sekitar 2,4 persen dari emisi CO2 global pada tahun yang sama.
Es dan awan dapat memantulkan sinar matahari kembali ke luar angkasa dan mengurangi panas global. Namun, uap air adalah gas rumah kaca yang lebih kuat daripada karbon dioksida. Semakin lama uap itu berada di atmosfer, semakin besar ia akan memanaskan planet kita.
"Uap air di bagian atmosfer yang lebih tinggi tidak sepenuhnya tidak berbahaya," kata Florian Kordina, yang menulis artikel Everyday Astronaut. "Tapi karena New Shepard akan mematikan mesinnya di awal penerbangan, sangat sedikit air yang akan cukup tinggi untuk tetap di sana." jelasnya.
Perhatian utama dalam penerbangan roket ini adalah partikel kecil seperti jelaga dan aluminium oksida. Ini dapat memiliki dampak yang tidak proporsional pada atmosfer. Jumlah yang sangat kecil dapat membuat perbedaan besar.
Pada tahun 2010, ia dan dua peneliti lainnya memodelkan efek jelaga yang disuntikkan ke atmosfer dari 1.000 penerbangan suborbital pribadi setahun. Penelitian menemukan bahwa jelaga dapat meningkatkan suhu di atas kutub sebesar 1,8 derajat Fahrenheit (1 derajat Celcius) dan mengurangi tingkat es laut kutub sebesar 5 persen sampai 15 persen.
Tapi mesin New Shephard tidak menghasilkan banyak partikulat. "Ini mungkin salah satu bahan bakar terbersih dalam konteks itu." kata Toohey.