Kamis 15 Jul 2021 11:19 WIB

Alasan Vaksinasi Sangat Penting untuk Melawan Varian Delta

Antibodi yang dihasilkan dari vaksin lebih kuat dari antibodi setelah infeksi virus.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Dwi Murdaningsih
Penumpang mengantre untuk menaiki bus di Chinhoyi, Zimbabwe, Senin (21/6). Meningkatnya lonjakan kasus Covid-19 dan munculnya varian Delta yang memiliki tingkat penularan yang lebih berbahaya membuat sejumlah negara kembali memberlakukan lockdown. Presiden Zimbabwe Emmerson Mnangagwa telah memperpanjang tindakan lockdown di tiga distrik, karena meingkatnya lonjakan kasus Covid-19 di daerah tersebut. EPA-EFE/AARON UFUMELIPutra M. Akbar
Foto: EPA
Penumpang mengantre untuk menaiki bus di Chinhoyi, Zimbabwe, Senin (21/6). Meningkatnya lonjakan kasus Covid-19 dan munculnya varian Delta yang memiliki tingkat penularan yang lebih berbahaya membuat sejumlah negara kembali memberlakukan lockdown. Presiden Zimbabwe Emmerson Mnangagwa telah memperpanjang tindakan lockdown di tiga distrik, karena meingkatnya lonjakan kasus Covid-19 di daerah tersebut. EPA-EFE/AARON UFUMELIPutra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksin COVID-19 memberikan perlindungan terhadap strain virus corona. Asisten Profesor Klinis Imunologi Universitas Carolina Selatan Jennifer T Grier menjelaskan, kekebalan berasal dari kemampuan sistem imun tubuh untuk mengingat infeksi. Dengan menggunakan memori kekebalan ini, tubuh akan tahu bagaimana melawan infeksi jika bertemu patogen lagi. 

Grier mengungkap masalah yang berkembang adalah bahwa orang yang sebelumnya terinfeksi oleh strain virus corona yang ada sebelumnya mungkin lebih rentan terhadap infeksi ulang dari varian delta. Satu studi baru-baru ini menemukan 12 bulan setelah infeksi, 88 persen orang masih memiliki antibodi yang dapat memblokir infeksi sel yang dikultur dengan varian virus corona asli. Namun, kurang dari 50 persen memiliki antibodi yang dapat memblokir varian delta. 

 

"Untuk melengkapi semua ini, seseorang yang terinfeksi mungkin juga dapat menularkan virus corona, bahkan tanpa merasa sakit. Varian baru sangat bermasalah dalam kasus ini, karena lebih mudah ditransmisikan daripada penyakit aslinya," kata Grier dilansir dari Science Alert pada Kamis (15/7).

 

Grier menyampaikan solusinya ialah vaksinasi yang mengarah pada perlindungan andal. Menurutnya, vaksin COVID-19 menghasilkan respons antibodi dan sel T dimana respons ini jauh lebih kuat dan lebih konsisten daripada kekebalan setelah infeksi alami. Satu studi menemukan enam bulan setelah menerima dosis pertama vaksin Moderna, 100 persen orang yang diuji memiliki antibodi terhadap SARS-CoV-2. 

 

"Ini adalah periode terpanjang yang telah dilaporkan dalam penelitian yang dipublikasikan sejauh ini," sebut Grier.

 

Dalam sebuah penelitian yang mengamati vaksin Pfizer dan Moderna, tingkat antibodi juga jauh lebih tinggi pada orang yang divaksinasi daripada mereka yang telah pulih dari infeksi. Bahkan lebih baik dalam penelitian di Israel menunjukkan vaksin Pfizer memblokir 90 persen infeksi setelah kedua dosis, walau dengan varian baru hadir dalam populasi. 

 

"Dan penurunan infeksi berarti orang cenderung tidak menularkan virus ke orang-orang di sekitar mereka. Bagi mereka yang sudah terinfeksi virus corona, masih ada manfaat besar untuk divaksinasi," ujar Grier.

 

Grier menjelaskan studi dengan virus COVID-19 asli menunjukkan vaksinasi setelah infeksi menghasilkan kira-kira 100 kali lebih banyak antibodi daripada infeksi saja. Kemudian 100 persen orang yang divaksinasi setelah infeksi memiliki antibodi pelindung terhadap varian delta. 

 

"Vaksin COVID-19 tidak sempurna, tetapi mereka menghasilkan antibodi kuat dan respons sel T yang menawarkan cara perlindungan yang lebih aman dan lebih andal daripada kekebalan alami terutama dengan varian baru yang beredar," ucap Grier. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement