REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abdala, vaksin COVID-19 buatan Kuba telah terbukti 92 persen efektif melawan virus corona dalam uji klinis. Demikian disampaikan otoritas kesehatan Kuba pekan ini.
Kuba tengah berupaya menjadi negara yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan vaksin COVID-19. Salah satu vaksin produksi dalam negerinya dinamai Abdala, yang diambil dari sebuah syair terkenal karya pahlawan kemerdekaan dan ikon nasional Kuba bernama Jose Marti.
Bagi kebanyakan warga Kuba, nama tersebut dianggap sempurna menggambarkan bagaimana negara kecil berpenduduk 11 juta orang itu tidak dapat dikalahkan oleh sebuah virus mematikan dan blokade ekonomi Amerika Serikat (AS) selama 60 tahun. Di dalam syair, Abdala yang merupakan seorang pahlawan muda, juga berjuang mempertahankan tanah airnya dengan penuh semangat patriotik, tanpa peduli seberapa kuat musuh yang menghadang di depan.
Kuba juga memiliki ilmuwan-ilmuwan hebatnya sendiri. Salah satunya adalah Gerardo Enrique Guillen Nieto yang menjabat sebagai Direktur Penelitian Biomedis di Pusat Rekayasa Genetika dan Bioteknologi (CIBG) di Havana, tempat Abdala dikembangkan.
"Kami tidak pernah berhenti bekerja sejak awal pandemi, setiap Sabtu, setiap Minggu, dari pagi hingga larut malam, tanpa istirahat sedikit pun,” ujar Guillen Nieto dalam sebuah klip di televisi.
"Dan kami sangat gembira karena hasilnya melebihi semua harapan kami,” tambah ilmuwan berusia 58 tahun itu merujuk pada hasil uji klinis yang baru saja diumumkan.
Kuba memetakan jalannya sendiri
Abdala telah terbukti sekitar 92,28 persen efektif melawan COVID-19 dalam uji klinis. Data ini dikeluarkan oleh BioCubaFarma, perusahaan biotek yang dikelola oleh negara. Angka ini menempatkan Abdala di jajaran yang sama dengan vaksin paling efektif saat ini, yaitu BioNTech-Pfizer dan Moderna.
Abdala disebut sebagai sebuah vaksin protein, bukan vaksin vektor ataupun vaksin dengan teknologi mRNA. Vaksin tersebut membawa sebagian protein spike yang digunakan oleh virus untuk mengikat sel manusia. Ia merapat ke reseptor protein spike dari virus itu sendiri, sehingga memicu reaksi kekebalan. Untuk domain pengikat reseptornya, para ilmuwan menggunakan ragi.
Meskipun uji klinis fase ketiga belum selesai, pemerintah Kuba telah meluncurkan program vaksinasinya pada pertengahan Mei. Kuba akan menggunakan Abdala dan vaksin lokal kedua bernama Soberana 2.
Vaksin-vaksin ini adalah vaksin pertama di negara itu sejak Kuba menolak mengimpor vaksin dari Rusia ataupun Cina. Kuba juga telah memutuskan untuk tidak bergabung dengan inisiatif COVAX yang didukung PBB.
"Kami tahu pada akhirnya kami harus selalu mengandalkan diri sendiri, pada kekuatan dan kemampuan kami sendiri,” kata Guillen Nieto, menyinggung isolasi politik yang disebabkan oleh embargo AS.
"Hasilnya adalah sistem perawatan kesehatan yang tidak hanya bebas biaya tapi juga dikendailkan secara terpusat. Selain itu, hal ini juga telah menyempurnakan kemampuan kami untuk merespons bencana dengan cepat, baik itu dalam uji klinis, kampanye vaksinasi atau bahkan produksi vaksin,” tambahnya.
sumber: https://www.dw.com/id/abdala-vaksin-buatan-kuba-pesaing-biontech-pfizer-dan-moderna/a-58087045