REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pine Island merupakan gletser terbesar di Antartika dan menjadi yang paling cepat mencair di benua itu. Setidaknya 25 persen es hilang di sana.
Dalam sebuah studi terbaru, para peneliti menunjukkan bahwa Pine Island lebih rentan terhadap pencairan yang cepat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Penyebabnya diperkirakan adalah karena perubahan iklim yang melemahkan sistem untuk mencegah masalah ini secara alami.
Pine Island menghubungkan pusat lapisan es Antartika barat dengan lautan, melepaskan sejumlah besar es ke laut. Kedua gletser ini telah kehilangan es selama 25 tahun terakhir. Para ilmuwan memperkirakan, jika ini dipercepat, permukaan lautan di seluruh dunia bisa naik secara signifikan selama beberapa abad ke depan.
“Kami mungkin tidak memiliki kemewahan menunggu perubahan lambat di Pine Island. Hal-hal sebenarnya bisa berjalan lebih cepat dari yang diharapkan,” ujar penulis utama Studi, Ian Joughin, dalam sebuah pernyataan, dilansir ZMescience, Selasa (15/6).
Joughin mengatakan proses yang telah dipelajari di Pine Island ini mengarah pada keruntuhan yang tidak dapat diubah. Namun, dengan kecepatan yang cukup terukur, masalah ini bisa terjadi jauh lebih cepat, terutama saat sisa lapisan es itu menghilang.
Gletser Pine Island dan Thwaites telah menjadi sorotan dalam beberapa dekade terakhir karena lapisan es yang menipis di sana. Lapisan es menipis akibat arus laut yang lebih hangat melelehkan bagian bawah es. Pergerakan Pine Island menuju laut semakin cepat, yaitu dari 2,5 kilometer per tahun pada 1990-an menjadi 4 kilometer per tahun pada 2009.
Kecepatan itu kemudian stabil selama hampir satu dekade, tetapi sekarang semakin cepat. Menurut pengamatan satelit Copernicus Sentinel-1 yang dioperasikan Badan Antariksa Eropa (ESA), lapisan es di Pine Island hilang seperlima dari luasnya dalam beberapa jeda dramatis dari 2017 hingga 2020.
Hal itu menciptakan gunung es dengan panjang lebih dari delapan kilometer dan lebar 36 kilometer, kemudian terpecah menjadi banyak bagian kecil. Joughin, bersama dengan limuwan dari University of Washington dan British Antarctic Survey menggabungkan data satelit dengan model komputer pergerakan es untuk menentukan apa yang mendorong kecepatannya.
Karena lokasi gletser yang sangat terpencil, satelit memainkan peran mendasar dalam pengukuran dan pemantauan glasiologi Antartika.