Rabu 09 Jun 2021 01:25 WIB

ATSI: Pengembangan 5G Butuh Ketersediaan Serat Optik

Ketersediaan serat optik dinilai masih terbatas.

Rep: Novita Intan/ Red: Satria K Yudha
jaringan 5G. ilustrasi
Foto: BBC
jaringan 5G. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengingatkan bahwa ketersediaan fiber optic atau serat optik dalam penerapan teknologi 5G merupakan suatu keharusan. Oleh karena itu, ATSI mendorong agar peran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam penyediaan serat optik dapat ditingkatkan. 

Sekretaris Jenderal ATSI Marwan O Baasir mengatakan, saat melakukan uji coba dan peluncuran 4G pada periode 2014-2015, proses melakukan roll out sebuah teknologi baru membutuhkan waktu, apalagi dari 4G ke 5G. Ia mengatakan, ada perbedaan yang cukup fundamental antara jaringan 4G dan 5G

"Transport yang ada pada 4G masih bisa menggunakan gelombang mikro. Dengan beralih ke 5G yang kecepatannya diatas 10 giga, kita membutuhkan serat optik. Jadi, serat optik merupakan keharusan. Jika tidak, nanti 5G rasanya 4G, karena transportasinya kurang. Jadi, itu yang sangat dibutuhkan," kata dia saat acara Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk Indonesia Maju dengan 5G, seperti dikutip Selasa (8/6).

Menurutnya, ketersediaan serat optik saat ini masih terbatas karena baru ada di kota besar. Maka itu, peran Kementerian Kominfo harus dioptimalkan untuk membantu para operator yang tergabung dalam asosiasi, salah satunya agar pemerintah daerah bisa merelaksasi aturan-aturan. Dengan demikian, proses penggelaran serat optik dapat berjalan dengan mudah dan mendukung pengembangan 5G di Tanah Air. 

Marwan menjelaskan, frekuensi jaringan 5G yang ideal adalah 3,5 giga hertz (gH). Saat ini, kata dia, operator menggunakan frekuensi yang ada dan ada yang menggunakan 2,3 gH. "Tetap 5G, tapi menggunakan spektrum yang ada. Ini membuat bandwith saat ini masih terbatas. Jadi, harapan kita 3,5 gH bisa cepat," ucapnya.

Saat ini, lanjut Marwan, masyarakat akan diperkenalkan 5G dengan frekuensi yang ada, sehingga masyarakat bisa merasakan 5G terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan masih adanya sejumlah kendala dan tantangan bagi para operator dalam penyediaan 5G. 

Adapun kendala dan tantangan yang dimaksud salah satunya mengenai spektrum. Selain itu, ketersediaan serat optik yang belum sepenuhnya terintegrasi.  "Jadi, serat optik perlu merata. Apalagi, dalam menggelar serat optik, operator menyewa kepada pemerintah daerah, pemerintah provinsi, pemerintah pusat. Harapannya tentu mendapatkan harga yang terjangkau sebagaimana diamanatkan dalam UU Omnibus Law,” ucapnya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement