Selasa 23 Mar 2021 13:17 WIB

Insomnia dan Kurang Tidur Tingkatkan Risiko Covid-19

Tiap jam ekstra tidur malam dikaitkan dengan potensi infeksi 12 persen lebih rendah.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Kurang tidur (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Kurang tidur (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama ini, kurang tidur dan kelelahan bekerja telah dikaitkan dengan peningkatan risiko infeksi virus dan bakteri. Kini, penelitian global terhadap petugas kesehatan menyebut bahwa insomnia dan gangguan tidur dikaitkan dengan peningkatan risiko tidak hanya terinfeksi virus corona jenis baru (COVID-19), namun juga memiliki penyakit yang lebih parah, hingga masa pemulihan lebih lama.

Karena itu, para ilmuwan di Amerika Serikat (AS) menarik hampir 3.000 tanggapan terhadap survei daring (online) untuk petugas kesehatan yang berulang kali merawat pasien dengan virus corona jenis baru dan lainnya. Selain itu, survei juga diikuti para petugas kesehatan di Inggris dan Eropa.

Baca Juga

Mereka melaporkan tidur malam rata-rata antara 6 dan 7 jam. Setiap jam ekstra tidur di malam hari dikaitkan dengan kemungkinan infeksi 12 persen lebih rendah. Namun, satu jam ekstra yang diperoleh dalam tidur siang hari dikaitkan dengan kemungkinan 6 persen lebih tinggi, meskipun hubungan ini bervariasi di setiap negara.

Sekitar satu dari empat orang dengan COVID-19 melaporkan kesulitan tidur di malam hari, dibandingkan dengan sekitar satu dari lima orang tanpa infeksi virus. Sementara, satu dari 20 orang dengan COVID-19 mengatakan memiliki tiga atau lebih masalah tidur, termasuk kesulitan tidur, atau perlu menggunakan pil tidur sebanyak tiga kali atau lebih dalam seminggu, dibandingkan dengan 3 persen dari mereka yang tidak mengalami infeksi.

“Kami menemukan bahwa kurang tidur di malam hari, masalah tidur yang parah dan tingkat kelelahan yang tinggi dapat menjadi faktor risiko COVID-19 pada petugas kesehatan. Hasil studi menyoroti pentingnya kesejahteraan profesional perawatan kesehatan selama pandemi,” ujar kesimpulan para peneliti, dilansir INews, Selasa (23/3).

Dibandingkan dengan peserta yang tidak memiliki masalah tidur, mereka yang memiliki tiga masalah tidur memiliki kemungkinan terinfeksi virus corona jenis baru, sebanyak 88 persen lebih besar. Minha Rajput-Ray, Direktur Medis NNEdPro Global Center for Nutrition & Health, yang memiliki jurnal bersama BMJ, mengatakan studi ini menyoroti masalah kesejahteraan yang sering diabaikan, yaitu kebutuhan akan kualitas tidur untuk mencegah kelelahan dan konsekuensinya.

“Dari perspektif kedokteran pekerjaan dan gaya hidup, pemahaman yang lebih baik tentang efek kerja bergantian (shift) dan tidur sangat penting untuk kesejahteraan staf perawatan kesehatan dan pekerja kunci lainnya,” kata Rajput-Ray.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement