REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses penggunaan data semakin meningkat di masa pandemi Covid-19. Hampir seluruh aktivitas harus bermigrasi ke digital. Mulai dari perekonomian, perdagangan, pendidikan, kesehatan melalui telemedicine, berkomunikasi, bahkan beribadah. Keterlibatan berbagai pihak dalam pemrosesan data telah memuat tanggung jawab pengendali dan pemroses data pribadi.
Meski demikian, kebocoran data acap kali terjadi sehingga kasus pemanfaatan data pribadi semakin meningkat. Kondisi yang serba digital ini pun membuat Indonesia berada dalam kondisi urgensi untuk memperbaiki ekosistem tata kelola data pribadi sangat mendesak. Oleh karena itu Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi perlu segera disahkan.
Hal itu terungkap dalam penelitian Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM) yang melakukan sampel di empat wilayah smart city atau kota pintar yaitu DKI Jakarta, Kota Padang, Kota Surabaya, dan Denpasar. Karakteristik smart city yang interkoneksi untuk peningkatan layanan publik dengan pemanfaatan teknologi yang memungkinkan adanya data insentif atau pengumpulan dan pemanfaatan data dengan skala masif.
“Jadi kami menilai bahwa sosialisasi dalam peningkatan kapasitas perlu ditingkatkan. Bagaimana data pribadi bukan kepemilikan tapi juga Hak Asasi Manusia bahwa subjek data memiliki kendali penuh atas datanya. Sehingga dapat menciptakan ekosistem perlindungan data pribadi yang lebih masif di Indonesia,” kata peneliti ELSAM Lintang Setainti dalam Katadata Virtual Series bertajuk ‘Identifikasi Kebutuhan Implementasi UU Pelindungan Data Pribadi’ pada Selasa (16/3).
Perlindungan Data Pribadi sudah mendapat dukungan dari pemerintah untuk segera diimplementasikan. Namun memang perlu waktu untuk mendapatkan keputusan yang satu persepsi antara regulasi pemerintah dan masyarakat.
“DPR dan Pemerintah sama-sama sepakat urgensi RUU ini dan kita sangat membuthkannya saat ini. Intinya soal hak dan kewajiban kami sudah sepakat. Dari masing-masing Fraksi di Komisi 1 tentunya masing-masing punya masukan dan maka itu memerlukan waktu,” kata Christina Aryani anggota Panja RUU PDP Komisi 1 DPR RI di acara yang sama.
Dalam mengimplementasikan menjaga data pribadi, menurut Dosen Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, Sih Yuliana Wahyuningtias, ada peluang yang dibawa oleh Pelindungan Data Pribadi (PDP) sehingga kemudian dapat diimplementasikan secara menyeluruh dengan regulasi yang komprehensif.
“Kalau memiliki perlindungan data pribadi yang memadai itu akan membantu usaha untuk bersaing karena data pribadi diperlukan untuk evaluasi pada industri. Level berikutnya bukan mengontrol data sebanyak-banyaknya tapi bisa melindungi data sebaik-baiknya, karena sudah mendapat data pribadi, kepercayaan bisa dibangun dengan adanya akselerasi, memastikan juga pengendali data untuk patuh,” kata dia menjelaskan.
Tantangan yang perlu dihadapi dalam pengembangan PDP adalah meningkatkan literasi digital. Menurutnya, baca tulis dan bisa memainkan gadget sudah tidak cukup di zaman teknologi ini. Pengetahuan tentang menjaga data pribadi secara digital perlu dipahami untuk menjaga keamanan.
“Literasi digital sangat dibutuhkan. Sekarang kita harus tahu etiket, hak dan kewajiban, dan bisa melindungi pihak lain,” ungkap Yuliana.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Direktur Jenderal Aptika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, terdapat kondisi yang harus dibenahi dalam meningkatkan literasi digital. Pemerataan PDP pada seluruh Indonesia, direncanakan dengan road map dan mengembangkan standar kompetensi pada lembaga online.
“Harus kita bagi target-targetnya pada setiap tahun. Tahun berikutnya akan terbit jumlah lembaga yang tersertifikasi untuk menjangkau kebutuhan data first officer yang dibutuhkan daerah tersebut,” ucapnya.