Rabu 27 Jan 2021 03:32 WIB

Peneliti Uji Coba Vaksin Covid Berbentuk Semprotan Hidung

Uji coba vaksin bernama COVI-VAC ini melibatkan 48 relawan yang sehat.

Rep: Adysha Citra Ramadhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Vaksin flu babi H1N1 diberikan melalui semprotan hidung.  Obat semprot hidung yang dikembangkan peneliti Inggris diklaim mampu hambat infeksi Covid-19.
Foto: EPA
Vaksin flu babi H1N1 diberikan melalui semprotan hidung. Obat semprot hidung yang dikembangkan peneliti Inggris diklaim mampu hambat infeksi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmuwan Inggris akan mulai melakukan pengetesan vaksin Covid-19 yang bisa disemprotkan ke hidung. Bila berhasil, vaskin yang dikembangkan oleh Codagenix ini dapat menjadi alternatif bagi orang-orang yang takut akan jarum suntik.

Uji coba vaksin bernama COVI-VAC ini melibatkan 48 relawan yang sehat. Setelah divaksinasi, mereka akan menjalani karantina di ruangan terpisah selama dua minggu di klinik swasta FluCamp.

Baca Juga

Para relawan peru menjalani karantina karena vaksin ini berbeda dengan vaksin Covid-19 yang disuntikkan. COVI-VAC mengandung virus SARS-CoV-2 yang sudah dimodifikasi secara genetik atau dilemahkan.

Virus SARS-CoV-2 dalam vaksin ini masih menular namun sudah dalam keadaan yang lebih lemah. Oleh karena itu, virus dalam vaksin ini tidak akan menyebabkan penyakit Covid-19 pada penerimanya.

Penggunaan virus yang dilemahkan dalam vaksin bukanlah hal bar. Vaksin MMR untuk mencegah campak, gondongan, dan rubella merupakan salah stu contoh vaksin dengan virus yang dilemahkan atau live attenuated vaccine.

Baca juga : Persamaan Ambroncius Projamin, Koster, dan Raffi Ahmad

Peneliti meyakini bahwa vaksin Covid-19 dengan virus yang dilemahkan akan bekerja lebih efektif. Vaksin dengan virus yang dilemahkan bekerja dengan cara mengerahkan semua pasukan pelawan infeksi, termasuk sel T dan sel B yang dapat memburu virus yang menyerang tubuh. Hal ini berlaku baik untuk pemberian melalui suntikan maupun melalui semprotan hidung.

"(Vaksin) akan memicu berbagai macam reaksi dari sistem imun, sama seperti yang Anda dapatkan dari infeksi virus sesungguhnya. Dia akan memberikan respons imun yang lebih luas, yang dapat berpotensi memberikan imunitas lebih lama," tutur ahli virologi Profesor Andrew Easton dari University of Warwick, dilansir dari Mail Online.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement