Selasa 26 Jan 2021 03:13 WIB

Ilmuwan Ungkap Misteri di Balik Kabut 'Hantu' di Pluto

Ilmuwan mengatakan kabut biru Pluto mungkin mengandung racun sianida.

Rep: Adysha Citra Ramadhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Foto berwarna pertama yang dirilis NASA menunjukkan kabut biru menyelimuti planet Pluto.
Foto: nasa/independent
Foto berwarna pertama yang dirilis NASA menunjukkan kabut biru menyelimuti planet Pluto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabut biru yang menyelimuti Pluto membuat planet kerdil tersebut tampak seperti berhantu. Pada kenyataannya, kenyataan mengenai kabut biru Pluto kemungkinan lebih menyeramkan dari sekedar berhantu.

Sebenarnya ada banyak planet dan bulan yang diselimuti oleh kabut, termasuk bumi. Namun di antara semuanya, kabut yang menyelimuti Pluto dianggap sebagai yang paling tak biasa. NASA bahkan menyebut kabut biru Pluto sebagai "kabut fotokimia".

Baca Juga

Berdasarkan penelitian terbaru, kabut di Pluto terbuat dari kristal es. Kristal es ini dinilai mematikan karena teradapat sianida di dalamnya.

Terkait kristal es tersebut, peneliti meyakini sinar matahari memicu terjadinya reaksi kimia di atmosfer bagian atas Pluto. Reaksi kimia ini lalu membentuk molekul-molekul seperti hidrogen sianida yang sangat beracun, asetilena, dan etilen.

Molekul-molekul yang baru terbentuk di atmosfer Pluto lalu membeku menjadi partikel es yang kecil. Partikel-partikel es yang kecil ini menyebarkan paparan sinar matahari sehingga membuatnya tampak berwarna biru. Ketika gravitasi menenggelamkan partikel es tersebut, gas-gas lain mengembun di sekitarnya dan membentuk kabut.

Dan mengingat Pluto sangat dingin, semua hal bisa membeku atau setidaknya mengembun di sana. Suhu rata-rata Pluto adalah -269 derajat Fahrenheit atau sekitar -167 derajat Celsius saat berada di posisi paling dekat dengan matahari dan -387 derajat Fahrenheit atau sekitar -233 derajat Celsius ketika berada di posisi paling jauh dari matahari. Suhu amat dingin inilah yang kemudian menyebabkan hidrogen sianida di atmosfer Pluto mengembun.

Kabut yang menyelimuti Pluto kerap dibandingkan dengan kabut yang menyelimuti bulan Saturnus bernama Titan dan kabut pada bulan Neptunus yang bernama Triton. Dengan menggunakan data dari pesawat ruang angkasa Cassini dan New Horizons, model komputer menunjukkan bahwa Titan mengalami reaksi kimia serupa dengan Pluto. Namun, hanya menghasilkan sekitar setengah kabut dibandingkan Pluto.

"Perbedaan ini disebabkan oleh temperatur atmosfer Pluto yang secara signifikan lebih dingin dibandingkan pada Titan," jelas ilmuwan planet Panayotis Lavvas, seperti dilansir Syfy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement