Ahad 24 Jan 2021 12:47 WIB

Seperempat Spesies Lebah Menghilang 20 Tahun, Ada Apa?

Aneka lebah sedang berjuang untuk mengatasi kombinasi ancaman lingkungan.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Lebah madu kerdil (Apis florea) berada di dalam kotak di Oxbow Bojongsoang, Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Rabu (21/10). Kegiatan budi daya lebah madu kerdil di kawasan tersebut bertujuan untuk memberikan edukasi serta sarana percontohan bagi masyarakat sekitar yang ingin memulai bisnis budi daya guna menambah penghasilan di tengah pandemi Covid-19. Foto: Abdan Syakura/Republika
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Lebah madu kerdil (Apis florea) berada di dalam kotak di Oxbow Bojongsoang, Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Rabu (21/10). Kegiatan budi daya lebah madu kerdil di kawasan tersebut bertujuan untuk memberikan edukasi serta sarana percontohan bagi masyarakat sekitar yang ingin memulai bisnis budi daya guna menambah penghasilan di tengah pandemi Covid-19. Foto: Abdan Syakura/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut sebuat survei baru  yang diterbitkan Jumat (22/1) di Jurnal One Earth, sekitar seperempat spesies lebah yang diketahui belum muncul dalam catatan publik selama lebih dari 20 tahun. Hilangnya catatan ilmiah bukalah bukti kepunahan.

“Dengan citizen scientist dan kemampuan untuk berbagi data, catatan meningkat secara eksponensial, tetapi jumlah spesies yang dilaporkan dalam catatan ini menurun,” kata penulis pertama, ahli biologi di Pollination Ecology Group dari Institute for Research on Biodiversity and Environment, Eduardo Zattara dalam rilis berita, seperti yang dilansir dari UPI, Ahad (24/1).

Baca Juga

Ada kalanya, spesies yang hilang akan ditemukan kembali 30,40, 50 tahun kemudian. Namun, temuan terbaru menunjukkan sebagian besar keanekaragaman lebah sedang berjuang untuk mengatasi kombinasi ancaman lingkungan, termasuk hilangnya habitat, polusi, parasit dan perubahan iklim.

“Ini belum menjadi bencana lebah, tapi apa yang bisa kami katakan adalah lebah liar tidak benar-benar berkembang,” ujar Zattara.

Diketahui, selama ini sebagian besar penelitian berfokus pada spesies atau habitat lebih tertentu. Survei terbaru mengambil pendekatan yang lebih makro. Survei menggabungkan dan menganalisis data base tentang melimpahnya dan keanekaragaman lebah untuk mengidentifikasi tren global.

“Mencari tahu spesies mana yang hidup di mana dan bagaimana keadaan masing-masing populasi menggunakan kumpulan data yang kompleks bisa sangat berantakan. Kami ingin mengajukan pertanyaan yang lebih sederhana : spesies apa yang telah tercatat, di mana pun di dunia, dalam periode tertentu?” katanya.

Untuk studi mereka, Zattara dan rekan-rekananya sangat mengandalkan Global Biodiversity Information Facility, sebuah jaringan kumpulan data internasional yang menampilkan lebih dari 300 tahun museum dan catatan akademis. Mereka juga menganalisa data yang dikumpulkan oleh citizen scientists. Basis daya berisi catatan lebih dari 20.000 spesies lebah yang diketahui dari seluruh dunia.

Ketika para ilmuwan menganalisis kumpulan data untuk tren global dalam pengamatan keanekaragaman dan sangat besar, mereka menemukan kelompok lebah tertentu mengalami penurunan yang nyata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement