Sabtu 02 Jan 2021 04:32 WIB

Tren Teknologi dan Ancaman Siber Makin Ngeri di 2021

Pandemi memicu percepatan di bidang teknologi.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/Rizy Suryarandika/ Red: Dwi Murdaningsih
Kecerdasan buatan (Ilustrasi)
Foto: Flickr
Kecerdasan buatan (Ilustrasi)

Teropong Republika 2020-2021 berisi ulasan permasalahan penting yang terjadi selama setahun belakangan. Sekaligus mencoba memproyeksikan bagaimana masalah serupa bisa diselesaikan pada tahun depan. Kita semua berharap Indonesia 2021 tentu berbeda dari situasi tahun sebelumnya. Harus bangkit dan lebih baik lagi. 

 

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dwi Murdaningsih

Pandemi covid-19 memberikan percepatan bagi dunia teknologi. Kegiatan masyarakat kini semuanya bergantung pada teknologi.

Rapat di kantor sudah menggunakan aplikasi, pun berjualan di masa pandemi yang mau tak mau harus dilakukan secara daring. Kegiatan belajar mengajar  bahkan konsultasi ke dokter dilakukan dengan teknologi.

Beberapa tren teknologi diprediksi akan meningkat di 2021 atau khsususnya usai pandemi. Tren teknologi mendatang kecerdasan buatan. Penggunaan Kecerdasan buatan (AI) melonjak saat pandemi dan diprediksi akan terus meningkat usai pandemi berlalu.Teknologi AI terus hadir dalam berbagai aplikasi baru yang dimanfaatkan untuk berbagai bidang.

Selanjutnya, yang akan menjadi tren yakni jaringan 5G. 5G diakui sebagai masa depan komunikasi dan ujung tombak untuk seluruh industri seluler.

Menurut visi Huawei Technology, penyebaran jaringan 5G akan muncul antara 2020 dan 2030. Teknologi 5G memungkinkan konektivitas internet seluler ini akan memberi kecepatan unduh lima kali lebih cepat dari kemampuan 4G dan menawarkan koneksi yang lebih stabil

Pembelian tanpa uang tunai yang menjadi tren pada 2020 juga diprediksi akan terus berlanjut hingga tahun-tahun mendatang. Chief Operating Officer (COO) Fast, Allison Barr Allen mengungkapkan, ada perubahan pada konsumen yang saat ini terus membeli barang secara daring.

Pembeli semakin terbiasa dengan kemudahan dan kenyaman berbelanja daring, pergeseran digital ini pun diperkirakan akan terus berlanjut.

photo
Keamanan siber - ()

Ancaman siber meningkat

Tahun 2020 memang membawa banyak kemajuan dari sisi teknologi. Di sisi lain tahun 2020 menjadi tahun yang cukup menguji ketahanan digital. Dengan meningkatnya ketergantungan pada teknologi, hal ini pun memicu peningkatan ancaman keamanan siber.

Berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sepanjang tahun ini hingga November 2020 terdapat sebanyak 423 juta kali serangan siber yang menyasar Indonesia. Namun menurut lembaga keamanan siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) memprediksi jumlah serangan siber di Indonesia bisa terhitung satu miliar kali pada 2020.

Serangan pada tahun ini mengalami lonjakan diduga karena berlakunya work from home (WFH) di masa pandemi Covid-19 Sejumlah platform belanja online juga banyak menghadapi serangan siber tahun ini.

Platform media sosial juga tak lepas dari ancaman para peretas, begitu juga dengan platform teknologi bidang keuangan. Bahkan, situs salah satu lembaga negara termasuk KPU dan kominfo juga menjadi incaran para pelaku kejahatan siber.

Kebocoran data menjadi isu utama dari pertasan ini. Data-data dicuri oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan para penjahat menjualnya di pasar gelap.

Sementara itu, produsen perangkat lunak dan produk antivirus Kaspersky memperkirakan ancaman keamanan siber semakin meningkat pada tahun yang akan datang. Praktik pemerasan diprediksi akan menjadi lebih luas, baik itu sebagai bagian dari Serangan DDoS atau ransomware.

Pada 2021, diprediksi akan lebih banyak pelaku kejahatan siber finansial cenderung menargetkan Bitcoin. Sementara kelompok penjahat siber lainnya akan beralih ke mata uang kripto transit ketika menuntut pembayaran dari korban.

Berikut ini prediksi kejahatan siber menurut Kaspersky:

1. MageCarting

MageCarting atau biasa disebut JS-skimming (metode mencuri data kartu pembayaran dari platform e-commerce). Serangan akan berpindah ke sisi server.

Bukti menunjukkan dari hari ke hari semakin sedikit pelaku ancaman yang mengandalkan serangan sisi klien yang menggunakan JavaScript. Peneliti Kaspersky memprediksi tahun depan serangan akan bergeser.

2. Mata uang transisi (Transition currencies)

Kemampuan berupa teknis khusus untuk memantau, menghapus nama pengguna dan menyita akun Bitcoin akan menjadi metode yang digunakan oleh banyak pelaku kejahatan siber untuk meminta pembayaran.

Mata uang privasi lain yang ditingkatkan seperti Monero kemungkinan akan digunakan sebagai mata uang transisi pertama. Dana kemudian dikonversi ke mata uang kripto lainnya, termasuk Bitcoin, untuk menutupi jejak pelaku kejahatan siber.

3. Upaya pemerasan meningkat

Pelaku ancaman di balik ransomware bertarget meningkatkan jumlah korban yang diharapkan untuk membayar uang tebusan. Sekarang  peneliti Kaspersky mengantisipasi pertumbuhan yang lebih tinggi dalam upaya pemerasan sebagai cara untuk mendapatkan uang.

Grup ransomware yang berhasil mengumpulkan dana dari sejumlah serangan yang berhasil pada 2020 akan mulai menggunakan eksploitasi zeroday -kerentanan yang belum ditemukan oleh pengembang- serta eksploitasi N-days untuk meningkatkan efektivitas serangan mereka.

Pencurian Bitcoin akan menjadi lebih menarik karena banyak negara jatuh ke dalam kemiskinan akibat pandemi. Dengan ekonomi runtuh dan mata uang lokal jatuh, lebih banyak orang mungkin terlibat dalam kejahatan siber, yang mengarah ke lebih banyak kasus.

sumber : antara/pusat data republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement