REPUBLIKA.CO.ID, SHENZHEN -- Huawei mengalami periode yang bergejolak dalam dua tahun terakhir. Perusahaan teknologi asal China ini menjadi sandera utama dalam perang perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China. Salah satu kerugian yang diderita perusahaan adalah larangan untuk memasok operator dengan peralatan 5G di Inggris Raya.
Dilansir dari GSMArena, Rabu (18/11), dalam sebuah wawancara dengan The Guardian, Wakil Presiden Huawei, Victor Zhang mengatakan dia berharap keputusan itu dapat ditinjau kembali karena Donald Trump tidak terpilih lagi sebagai Presiden AS. Menurut dia, pemerintahan AS yang baru akan mengadopsi pendekatan yang berbeda.
Awalnya, Inggris mengizinkan operator untuk bekerja dengan Huawei setelah pengawasan terperinci bahwa tidak ada hal jahat yang terjadi. Namun, setelah ‘laga seru’ yang dilaporkan antara Trump dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Inggris itu akhirnya menyerah dan memerintahkan telekomunikasi untuk menarik peralatan Huawei pada 2027.
Zhang mendesak Inggris untuk tetap setiap pada akarnya sebagai tempat kelahiran Revolusi Industri pertama. Ia menambahkan pemerintah tidak bisa ketinggalan dalam revolusi 5G.
Zhang menambahkan jika Inggris ingin melihat negara yang seimbang, ia harus berinvestasi dalam konektivitas kelas dunia. Konektivitas kelas dunia ini merupakan alat kunci untuk menutup kesenjangan dalam ketidakseimbangan ekonomi di Inggris.
Selama wawancara, ia juga mengatakan itu akan menyebabkan penundaan 5G, yang akan berdampak 18,2 miliar poundsterling pada ekonomi.