Sabtu 14 Nov 2020 00:25 WIB

Peneliti Ungkap Kerugian Pemakaian Masker Berkatup

Masker berkatup masih marak ditawarkan di tengah pandemi Covid-19.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Penelitian National Institute of Standards and Technology (NIST) memperlihatkan perbandingan embusan napas dari pemakaian masker berkatup dan masker tanpa katup.
Foto: Twitter NIST
Penelitian National Institute of Standards and Technology (NIST) memperlihatkan perbandingan embusan napas dari pemakaian masker berkatup dan masker tanpa katup.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masker dengan katup (valve mask) masih marak dijual. Sekilas, keberadaan katup itu tampak menjanjikan untuk mengatasi ketidaknyamanan bernapas dengan masker biasa.

Akan tetapi, di tengah pandemi Covid-19, orang perlu memastikan maskernya dapat melindungi dirinya dari tertular sekaligus melindungi orang lain dari penyebaran virus SARS-CoV-2. Seandal apa masker berkatup?

Baca Juga

Studi yang dilakukan sejumlah ilmuwan dari National Institute of Standards and Technology (NIST) di Amerika Serikat (AS) menunjukkan masker yang memiliki katup pernapasan tidak dapat memperlambat penyebaran infeksi virus corona jenis baru (Covid-19). Dalam video dibuat oleh tim peneliti, mereka menunjukkan pola aliran udara melalui dua masker.

Satu masker memiliki  katup pernapasan dan lainnya tidak. Ketika dibandingkan, perbedaannya mencolok.

"Video ini menunjukkan bagaimana katup memungkinkan udara keluar dari masker tanpa menyaringnya, sehingga mengalahkan tujuan penggunaan masker," ujar peneliti NIST sekaligus penulis studi, Matthew Staymates, dilansir Times Now News, Jumat (13/11).

Katup membuat pemakai masker lebih nyaman untuk bernapas. Namun, para peneliti menyebut, masker berkatup ini hanya cocok jika masker ditujukan melindungi pemakainya, seperti pekerja dari debu di lokasi konstruksi atau pekerja rumah sakit dari pasien yang terinfeksi virus.

Terdapat dua video menggunakan teknik visualisasi aliran udara yang berbeda. Video pertama dibuat menggunakan apa yang dikenal sebagai sistem pencitraan schlieren, yang menyebabkan perbedaan kepadatan udara muncul di kamera sebagai pola bayangan dan cahaya.

Dengan sistem ini, napas yang diembuskan menjadi terlihat karena lebih hangat, dan oleh karena itu kurang padat, dibandingkan udara di sekitarnya. Kemudian dalam video kedua, digunakan teknik light-scaterring atau hamburan cahaya.

Terdapat alat yang memancarkan udara dengan kecepatan dan tempo yang sama seperti orang dewasa yang sedang beristirahat, kemudian alat itu dihubungkan ke manekin. Sebagai pengganti tetesan (droplet) yang dihembuskan, udara membawa tetesan air dalam berbagai ukuran yang khas dari tetesan yang dikeluarkan orang dalam napas, seperti saat mengembuskan napas, berbicara, ataupun batuk.

Sebuah lampu LED intensitas tinggi di belakang manekin menerangi tetesan di udara, menyebabkannya menyebarkan cahaya dan muncul dengan terang di kamera. Berbeda dengan sebelumnya yang menggunakan sistem schlieren, video ini menunjukkan pergerakan tetesan di udara.

Tetesan keluar tanpa filter melalui katup masker N95. Penggunaan manekin dan alat bantu pernapasan mekanis memungkinkan Staymates dan tim peneliti untuk mengamati pola aliran udara sambil menahan laju pernapasan, tekanan udara, dan variabel lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement