Jumat 13 Nov 2020 13:19 WIB

Eropa Matangkan Misi Ariel untuk Buru Eksplanet

Ariel juga memiliki misi untuk menyelidiki gas yang menyelubungi eksoplanet.

Rep: Zainur mahsir ramadhan/ Red: Dwi Murdaningsih
Eksoplanet. ilustrasi
Foto: EPA-EFE/ESO/L. Calcada
Eksoplanet. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kamis (12/11) kemarin, negara-negara anggota Badan Antariksa Eropa (ESA) resmi mengumumkan proyek lanjutan teleskop ruang angkasa, Ariel. Teleskop yang ditujukan untuk mempelajari atmosfer dunia itu juga telah ditandatangani negara-negara tersebut untuk studi kelayakan selama dua tahun ke depan.

Misi tersebut akan dipimpin oleh University College London melalui peneliti utamanya, Prof Giovanna Tinetti. Namun di sisi teknis, Inggris juga akan memainkan peran utama.

Baca Juga

"Kami sangat ahli dalam penelitian planet ekstrasurya di Inggris Raya. Kami memiliki salah satu komunitas sains terbesar di dunia. Jadi, kami ingin berperan besar dalam Ariel," kata Dr Caroline Harper, kepala sains di Badan Antariksa Inggris mengutip BBC, Jumat (13/11).

Dia menambahkan, sistem cermin dan instrumennya akan dirakit dan diuji di RAL Space di Harwell Campus di Oxfordshire. Hal itu dipilih, mengingat RAL Space memiliki rekayasa sistem kelas dunia, dengan keahlian dan fasilitas di satu tempat untuk melakukan perakitan terintegrasi dan juga pengujiannya.

Temuan ini diharapkan dapat membantu menempatkan sifat Tata Surya ke depannya dalam konteks yang lebih luas. Terlebih, Ariel juga memiliki misi untuk menyelidiki gas yang menyelubungi planet ekstrasurya untuk mencoba memahami bagaimana benda-benda ini terbentuk dan bagaimana mereka berevolusi seiring waktu.

Dalam peluncurannya, Ariel akan diberangkatkan ke posisi pengamatan khusus sekitar 1,5 juta Km dari Bumi pada tahun 2029 dengan misi empat tahun. Untuk kapasitas muatannya, bisa mencapai 500 kg, selain dari peluncuran massanya yang seberat 1.500 Kg.

Tak hanya itu, rencananya, Ariel juga akan mengamati hingga seribu exoplanet selama fase misi utama tersebut. Hal ini, akan dilakukan dengan mengamati tata surya saat mereka bergerak di depan dan belakang bintang induk.

Informasi tentang kimia atmosfer planet akan tercetak dalam cahaya bintang yang menuju ke arah Bumi. Untuk itu, Ariel akan mengekstrak detail ini menggunakan teknologi spektroskopi.

Sebagai salah satu dari tiga misi exoplanet Esa, Ariel, memang telah diperkenalkan. Tahun lalu, juga diluncurkan teleskop Cheops yang dipimpin Swiss, dan bertujuan menyempurnakan pengukuran dunia yang diketahui saat ini.

Terbaru adalah teleskop luar angkasa Plato, yang juga diharapkan akan diluncurkan pada paruh kedua tahun 2020-an. Tujuan Plato adalah untuk mendeteksi dan mengkarakterisasi planet berbatu yang mirip Bumi.

"Ariel akan memungkinkan sains planet jauh melampaui batas Tata Surya kita sendiri," kata Prof Günther Hasinger, direktur sains Esa.

Dia menambahkan, adopsi Ariel akan memperkuat Esa dalam melakukan penelitian planet ekstrasurya. Dan memastikan para astronom Eropa berada di garis depan revolusi tersebut.

Proses lanjutan

Konsorsium Ariel saat ini sedang bergerak maju pada fase pembangunan, yang akan melibatkan pembuatan berbagai artefak uji. Proses itu, pada akhirnya akan menghasilkan semua perangkat keras penerbangan. Namun demikian, salah satu tantangan besar dalam proses itu adalah membuat sistem teleskop aluminium. Termasuk cermin primer 1,1 x 0,7 m, yang akan dilapisi perak.

Proses itu juga akan semakin menantang, mengingat sistem tersebut bekerja di ruang angkasa dengan suhu yang sangat rendah, di bawah minus 230C. "Ini pertama kalinya mereka membuat teleskop sebesar itu dari aluminium," kata Dr Rachel Drummond, manajer proyek nasional Ariel di RAL Space.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement