Kamis 12 Nov 2020 13:45 WIB

Munculnya Kecerdasan Buatan Picu Kesenjangan Skill Karyawan

Covid-19 semakin meningkatkan kesenjangan skil karyawan.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Kecerdasan buatan (Ilustrasi)
Foto: Flickr
Kecerdasan buatan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak pemimpin bisnis yang berupaya menghilangkan kesenjangan skill atau keterampilan dan memaksimalkan kinerja karyawan di tengah Covid-19. Riset terbaru IBM Institute for Business Value (IBV) mengungkapkan setidaknya dari 10 eksekutif human resources (HR) yang disurvei mengatakan mereka memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mewujudkan strategi perusahaan mereka.

Riset IBM yang dilakukan sebelum pandemi, pada 2018. Riset menemukan sebanyak 120 juta pekerja dari 12 negara dengan ekonomi terbesar di dunia membutuhkan pelatihan ulang akibat kemunculan AI dan otomasi dalam tiga tahun ke depan.

Baca Juga

Hal tersebut kemudian diperburuk dengan adanya pandemi Covid-19. Para petinggi perusahaan menginginkan adanya percepatan transformasi digital. Mereka pun mengakui kurangnya keterampilan karyawan sebagai salah satu tantangan terbesar untuk maju.

Riset konsumen IBM yang sedang berlangsung juga menunjukkan ekspektasi karyawan perusahaan mereka telah berubah secara signifikan selama pandemi Covid-19. Namun, terdapat perbedaan pendapat antara karyawan dan perusahaan terkait efektifitas usaha perusahaan dalam menangani kesenjangan keterampilan ini.

Sebanyak 74 persen eksekutif yang disurvei menganggap perusahaan telah membantu karyawan mempelajari keahlian yang mereka butuhkan untuk beradaptasi dengan cara kerja baru. Sedangkan dari sisi karyawan, hanya 38 persen yang menjawab demikian.

Selain itu, 80 persen eksekutif mengatakan perusahaan mendukung kesehatan fisik dan mental karyawan. Sementara hanya 46 persen karyawan mengatakan hal yang sama.

Managing partner, IBM Talent & Transformation, Amy Wright mengatakan saat ini keberhasilan organisasi sangat dipengaruhi oleh kemampuannya untuk mendukung kelincahan dan ketahanan karyawan mereka.

Wright berpendapat pemimpin perusahaan semestinya mulai melakukan perubahan demi memenuhi ekspektasi karyawan. Misalnya, dengan memberikan dukungan menyeluruh untuk kesehatan, pengembangan keterampilan baru dan pengalaman karyawan yang mengandalkan pendekatan pribadi atau personal, termasuk bagi karyawan yang bekerja dari jarak jauh.

“Penting bagi perusahaan untuk memulai era baru HR-dan perusahaan yang sudah mulai menerapkan era baru HR ini cenderung lebih mampu menangani disrupsi, saat ini dan seterusnya,” ujar Wright, melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (11/11).

Riset terbaru IBV bekerja sama dengan analis independen Josh Bersin dari Josh Bersin Academy menyajikan pengalaman dan wawasan 1.0 lebih eksekutif HR global dari 20 negara dan 15 bidang industri. Poin-poin penting dari riset tersebut antara lain, terdapat enam dari 10 perusahaan dengan kinerja tinggi yang disurvei menggunakan AI dan analytic untuk membuat keputusan yang lebih baik mengenai karyawannya.

Sebanyak 41 persen perusahaan memanfaatkan AI untuk mengidentifikasi keahlian apa yang akan mereka butuhkan di masa depan. Sementara delapan persen perusahaan masih mengandalkan masukan dari manusia (karyawan).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement