REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) segera mengadakan Artificial Intelligence Summit 2020 pada 10-13 November. BPPT ingin menguatkan penggunaan Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan di Tanah Air.
Usaha BPPT mempopulerkan penggunaan kecerdasan buatan bukan tanpa kendala. Salah satunya kecerdasan buatan dianggap akan membuat manusia kehilangan pekerjaan. Tenaga Ahli Kepala BPPT Hary Budiarto mengungkapkan sebagian masyarakat menilai kecerdasan buatan menakutkan. "Kecerdasan buatan ditakutkan Menjadikan orang nganggur karena pekerjaannya diganti robot, padahal tidak begitu," kata Hary dalam talkshow virtual persiapan Artificial Intelligence Summit 2020 pada Kamis (5/11).
Hary menekankan pandangan semacam itu tidak benar. Ia memastikan kecerdasan buatan sebenarnya dibuat dan dikendalikan oleh manusia. "Jadi tetap diperlukan peran manusia ya dalam urusan Artificial Intelligence," ujar Hary.
Hary menyebut kecerdasan buatan sudah masuk dalam strategi nasional (stranas). Di dalam stranas tersebut mencakup mengenai etika dan kebijakan pengembangan kecerdasan buatan, keamanan data pribadi, perlindungan serta pengembangan talenta di bidang kecerdasan artifisial. "BPPT sebelumnya juga sudah melakukan riset atau survei tingkat kesiapan masyarakat soal kecerdasan artifisial," ucap Hary.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan pemanfaatan kecerdasan buatan bisa diaplikasikan di bidang pendidikan, ketahanan pangan, riset, dan sejumlah prioritas lainya. "Nantinya implementasi kecerdasan buatan menyentuh banyak lini, seperti kesehatan dan pelayanan publik," sebut Hammam.