Jumat 30 Oct 2020 22:39 WIB

Seberapa Amankah Perjalanan Udara Selama Pandemi Covid-19?

Sebuah penerbangan ke Irlandia digambarkan sebagai penyebab 59 kasus corona baru.

Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) melakukan validasi surat kesehatan penumpang di Bandara Internasional Yogyakarta (YIA), Kulonprogo, Yogyakarta, Selasa (6/10). Validasi surat kesehatan ini memastikan bahwa calon penumpang pesawat benar-benar negatif Covid-19. Surat kesehatan ini berupa hasil Rapid Tes atau SWAB calon penumpang.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) melakukan validasi surat kesehatan penumpang di Bandara Internasional Yogyakarta (YIA), Kulonprogo, Yogyakarta, Selasa (6/10). Validasi surat kesehatan ini memastikan bahwa calon penumpang pesawat benar-benar negatif Covid-19. Surat kesehatan ini berupa hasil Rapid Tes atau SWAB calon penumpang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian menyimpulkan perjalanan udara menggunakan pesawat mungkin tidak begitu aman dilakukan. Sebab, sebuah penerbangan ke Irlandia digambarkan sebagai penyebab 59 kasus corona baru.

Pihak berwenang di Irlandia kemungkinan akan memberikan peringatan untuk tidak melakukan perjalanan udara pada hari Natal. Hal itu tercetus menyusul adanya sebuah penelitian yang menunjukkan 59 kasus COVID-19, terlacak dari sebuah penerbangan ke negara itu selama musim panas.

Baca Juga

Kepala Petugas Medis Irlandia, Tony Holohan, mengatakan bahwa “risiko perjalanan yang tidak penting ke luar (negeri) terlalu tinggi saat ini”.

Dalam penelitian yang diterbitkan oleh Eurosurveillance itu disebutkan bahwa kasus positif SARS CoV-2 terdeteksi pada penumpang dan juga kontak dari penumpang.

Penerbangan ke Irlandia itu memiliki waktu tempuh tujuh setengah jam. Penerbangan juga hanya terisi 17 hingga 49 penumpang dari total 283 kursi. Sementara ada 12 kru pesawat di dalamnya.

“Tiga belas kasus COVID-19 yang dikonfirmasi merupakan penumpang dalam penerbangan yang sama ke Irlandia, masing-masing melakukan transit melalui bandara internasional besar, terbang ke Eropa dari tiga benua yang berbeda,” tulis penulis penelitian.

Dalam penerbangan itu, penumpang tampak duduk dalam jarak relatif jauh, kecuali mereka yang bepergian dalam satu kelompok.

Beberapa penumpang melaporkan mereka menghabiskan hingga 12 jam di ruang transit selama persinggahan. Beberapa menunggu di ruang terpisah, dan yang lain menunggu sebentar sekitar 2 jam di area keberangkatan bandara.

Jadi, perjalanan udara tidak aman sama sekali?

Temuan dari Eurosurveillance tampaknya bertentangan dengan saran sebelumnya yang menyatakan bahwa perjalanan udara dengan penerbangan komersial aman dilakukan.

Seperti diketahui, maskapai penerbangan jadi salah satu sektor yang terpukul parah akibat pandemi. Angka yang dipublikasikan oleh statista.com menunjukkan bahwa jumlah penerbangan yang terjadwal di seluruh dunia turun 45,8 persen pada 26 Oktober 2020, dibandingkan data setahun sebelumnya pada 28 Oktober 2019. 

Tentu, kita hanya berbicara tentang satu dari jutaan penerbangan, dan hanya 59 orang dari sekitar 1 miliar calon penumpang pesawat tahunan. Penulis laporan itu mengatakan bahwa mereka hanya “menggambarkan wabah yang menunjukkan penularan dalam penerbangan, memberikan bukti lebih lanjut untuk sejumlah kecil studi yang diterbitkan pada bidang ini.”

Masih belum jelas apakah titik utama atau titik penularan virus itu terjadi dalam penerbangan atau bandara yang sibuk, atau justru keduanya.

Dalam sebuah pengarahan, yang diperbarui pada 21 Oktober, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengatakan bahwa sebagian besar virus dan kuman lain tidak dapat dengan mudah menyebar dalam penerbangan, karena udara yang bersirkulasi dan disaring di pesawat.”

Meski begitu, disebutkan pula bahwa “penumpang pesawat juga menghabiskan waktu di jalur keamanan dan terminal bandara, yang dapat membuat Anda mengalami kontak dekat dengan orang lain dan permukaan yang sering disentuh. Sementara, “jarak sosial sulit dilakukan pada penerbangan yang ramai, dan duduk dengan jarak 6 kaki (1,8 meter) dengan yang lain, selama berjam-jam, dapat meningkatkan risiko Anda tertular COVID-19.”

sumber : DW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement