REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perusahaan produsen vaksin asal Jepang dilaporkan telah menghadapi dua serangan siber (dunia maya) sejak awal April lalu. Meski demikian, tidak ada kebocoran informasi yang terjadi terkait insiden ini.
Menurut perusahaan keamanan informasi asal Amerika Serikat (AS), CrowdStrike, serangan siber ini adalah kasus Pertama yang terjadi di Jepang. Dalam sebuah pernyataan lebih lanjut, diyakini bahwa pelaku serangan berasal dari Cina.
Sementara itu, dilansir Anadolu Agency, Selasa (20/20), Pusat Kesiapan dan Strategi Keamanan Siber Nasional Pemerintah Jepang telah meminta produsen vaksin untuk meningkatkan tingkat kewaspadaan terhadap upaya pencurian data. CrowdStrike mengatakan perusahaan vaksin asal Negeri Matahari Terbit telah menerima email yang dilampirkan dengan file elektronik, yang tampaknya terkait dengan virus baru, namun ternyata berisi virus komputer.
Direktur perusahaan yang bertanggung jawab untuk kawasan Asia-Pasifik, Scott Jarkoff mengaitkan serangan siber tersebut dengan perlombaan antar negara saat ini untuk menjadi yang pertama memproduksi vaksin untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (COVID-19). Saat ini ada hampir 190 proyek vaksin yang sedang berjalan hingga akhir September.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), banyak dari proyek vaksin yang sedang berjalan tersebut saat ini sedang dalam tahap akhir uji coba. Virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan infeksi penyakit COVID-19 pertama kali ditemukan di Wuhan, Ibu Kota Provinsi Hubei, Cina pada Desember 2019.
Sejak itu, terus menyebar ke banyak negara di dunia dan dinyakan sebagai pandemi oleh WHO pada Maret lalu. Berdasarkan data Worldometers, hingga Senin (19/10) tercatat ada 40.327.145 kasus COVID-19 di seluruh dunia dan jumlah kematian mencapai 1.118.869. Sementara, total pasien yang sembuh dari penyakit infeksi virus ini adalah 30.138.053 orang.