Rabu 14 Oct 2020 20:02 WIB

AS Catat Kasus Reinfeksi Pertama, Apa Kabar Vaksin Covid-19?

Kasus reinfeksi dikhawatirkan membuat vaksin Covid-19 tak cukup melindungi.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Reiny Dwinanda
Kandidat vaksin Covid-19 (ilustrasi). Kasus reinfeksi, meskipun jumlahnya sedikit, menimbulkan kekhawatiran vaksin Covid-19 mungkin tak sepenuhnya akan melindungi.
Foto: AP Photo/Ted S. Warren
Kandidat vaksin Covid-19 (ilustrasi). Kasus reinfeksi, meskipun jumlahnya sedikit, menimbulkan kekhawatiran vaksin Covid-19 mungkin tak sepenuhnya akan melindungi.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Amerika Serikat melaporkan kasus pertama temuan reinfeksi alias infeksi berulang Covid-19 pada warganya. Kasus seorang pria yang dua kali terinfeksi Covid-19 itu menunjukkan masih banyak yang harus dipelajari tentang respons imun dan juga menimbulkan pertanyaan tentang vaksinasi.

Pria berusia 25 tahun dari Reno, Nevada, tersebut dinyatakan positif pada April setelah menunjukkan gejala ringan. Ia kemudian jatuh sakit lagi pada akhir Mei dengan serangan yang lebih serius, menurut laporan kasus di jurnal medis Lancet Infectious Diseases.

Baca Juga

Laporan itu diterbitkan hanya beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa dia yakin sekarang dirinya memiliki kekebalan dan merasa sangat kuat. Trump mengaku terinfeksi Covid-19 dan sempat dirawat singkat di rumah sakit militer pada awal Oktober.

Para ilmuwan mengatakan bahwa meski insiden infeksi ulang yang diketahui tampak langka dan pria Nevada itu sekarang telah pulih, kasus seperti itu mengkhawatirkan. Kasus reinfeksi terisolasi lainnya telah dilaporkan di seluruh dunia, termasuk di Asia dan Eropa.

Di Belanda, National Institute for Public Health mengonfirmasi pada hari Selasa (13/10) bahwa seorang nenek yang berusia 89 tahun dan menderita kanker sumsum tulang yang langka, belum lama ini meninggal setelah tertular Covid-19 untuk kedua kalinya. Media Belanda mengatakan ini adalah kasus kematian pertama yang diketahui di seluruh dunia setelah reinfeksi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.

"Semakin jelas bahwa infeksi ulang mungkin terjadi, tetapi kami belum dapat mengetahui seberapa umum hal ini akan terjadi," kata Simon Clarke, pakar mikrobiologi di Universitas Reading Inggris, dilansir di Reuters, Rabu (14/10).

Andaikan orang dapat terinfeksi kembali dengan mudah, menurut Clarke, itu juga dapat berdampak pada program vaksinasi. Pemahaman kita tentang kapan dan bagaimana pandemi akan berakhir juga ikut berubah.

Dokter pasien Nevada, yang pertama kali melaporkan kasus ini dalam makalah yang tidak ditinjau oleh rekan sejawat pada Agustus, mengatakan bahwa pengujian canggih menunjukkan jenis virus yang terkait dengan setiap serangan infeksi berbeda secara genetik.

"Penemuan ini memperkuat poin bahwa kita masih belum cukup tahu tentang tanggapan kekebalan terhadap infeksi ini," kata Paul Hunter, profesor kedokteran di Universitas Inggris di East Anglia.

Brendan Wren, seorang profesor vaksinologi di London School of Hygiene & Tropical Medicine, mengatakan bahwa kasus Nevada adalah contoh infeksi ulang kelima yang dikonfirmasi di seluruh dunia. Menurutnya, temuan terkait kemungkinan untuk terinfeksi kembali oleh SARS-CoV-2 menunjukkan bahwa vaksin Covid-19 mungkin tidak sepenuhnya melindungi.

"Namun, mengingat (lebih dari) 40 juta kasus di seluruh dunia, contoh kecil dari infeksi ulang ini kecil dan tidak boleh menghalangi upaya untuk mengembangkan vaksin," kata Wren.

Juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tarik Jasarevic sependapat bahwa kasus reinfeksi di AS menggarisbawahi apa yang tidak diketahui tentang kekebalan.

"Dan ini juga merupakan argumen yang menentang apa yang telah didukung oleh beberapa orang, soal membangun kekebalan kelompok secara alami. Karena kita tidak tahu tentang itu," katanya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement