Jumat 09 Oct 2020 20:59 WIB

Kena Covid-19, Fatalitas Pasien Asma tidak Lebih Tinggi

Pasien asma yang kena Covid-19 tidak memiliki risiko lebih tinggi untuk diopname.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Reiny Dwinanda
Bronkodilator, obat untuk mengatasi penyakit asma. Pasien asma yang kena Covid-19 tampaknya tidak memiliki risiko lebih tinggi untuk dirawat di rumah sakit.
Foto: ABC
Bronkodilator, obat untuk mengatasi penyakit asma. Pasien asma yang kena Covid-19 tampaknya tidak memiliki risiko lebih tinggi untuk dirawat di rumah sakit.

REPUBLIKA.CO.ID, BOSTON -- Pasien asma yang kena Covid-19 tampaknya tidak memiliki risiko lebih tinggi untuk dirawat di rumah sakit atau membutuhkan bantuan pernapasan mekanis dibandingkan dengan yang tak punya gangguan asma, menurut studi baru. Pasien asma juga cenderung kecil kemungkinannya meninggal karena penyakit infeksi virus corona tipe baru, SARS-CoV-2, tersebut.

Para peneliti di sistem perawatan kesehatan Boston, AS mempelajari 562 pasien asma dengan Covid-19 dan 2.686 pasien Covid-19 dengan usia yang sama tanpa asma. Kedua kelompok dirawat di rumah sakit dengan tingkat yang sama (18 persen sampai 21 persen) dan memiliki kebutuhan yang sama untuk ventilasi mekanis (3 persen pada kelompok asma vs 4 persen).

Baca Juga

Tetapi, pasien asma 70 persen lebih kecil kemungkinannya untuk meninggal karena virus. Tak satu pun dari 44 pasien dengan asma berat meninggal.

"Meskipun faktor yang mendasari temuan ini belum diketahui, pertimbangan penting termasuk: kemungkinan mekanisme biologis dan kemungkinan efek perlindungan dari obat asma (seperti kortikosteroid)," kata para peneliti dilansir di Times Now News, Jumat (9/10).

Studi baru juga menyebut BD Veritor System untuk deteksi cepat virus corona baru lebih baik daripada tes laboratorium RT-PCR yang menjadi standar emas dalam membedakan antara virus infeksius dan non-infeksius dalam sampel usap yang diperoleh dalam waktu sepekan setelah onset gejala.

Satu kelemahan dari RT-PCR (reaksi berantai polimerase waktu nyata) adalah bahwa pasien dapat dites positif Covid-19, bahkan setelah mereka tidak lagi menular. Hal ini karena tes tersebut mendeteksi sejumlah kecil RNA virus yang kemungkinan besar mewakili sel terinfeksi yang telah mati.

"Tes berbasis antigen yang lebih baru mencari protein virus, bukan RNA.  Pendekatan berbasis antigen berpotensi digunakan untuk mengidentifikasi dan mengisolasi individu yang menular lebih efektif daripada pengujian berbasis RNA (RT-PCR) saat ini," kata rekan penulis Celine Roger-Dalbert dari BD Life Sciences.

Roger- Dalbert menambahkan, meskipun itu mungkin tidak menggantikan pengujian berbasis RNA, karena kita masih perlu mengidentifikasi siapa saja yang terinfeksi untuk melacak penyebaran virus, itu akan membantu membuat isolasi lebih efisien dan efektif sebagai intervensi kesehatan masyarakat yang digunakan untuk memperlambat penyebaran virus penyebab Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement