REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Media sosial Twitter dan Facebook bereaksi terhadap unggahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump karena menyebarkan misinformasi yang dianggap melanggar aturan platform tersebut. Dikutip dari Reuters, Trump pada Senin membagikan informasi di media sosial bahwa masyarakat tidak usah takut terhadap Covid-19.
Seruan itu Trump bagikan setelah tiga hari dirawat di Walter Reed National Military Medical Center di luar Washington karena terinfeksi virus corona tipe baru, SARS-CoV-2, penyebab Covid-19. Dalam unggahannya, Trump menyamakan Covid-19 dengan sakit flu.
I will be leaving the great Walter Reed Medical Center today at 6:30 P.M. Feeling really good! Don’t be afraid of Covid. Don’t let it dominate your life. We have developed, under the Trump Administration, some really great drugs & knowledge. I feel better than I did 20 years ago!
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) October 5, 2020
Facebook menurunkan unggahan Trump tersebut. Hanya saja, sebelum dihapus, unggahan Trump sempat dibagikan sebanyak 26 ribu kali oleh warganet.
"Kami menghapus informasi tidak benar mengenai keparahan Covid-19," kata juru bicara Facebook kepada Reuters.
Sementara itu, Twitter mematikan fitur retweet ke unggahan Trump dan melabeli cicitan tersebut karena "menyebarkan informasi menyesatkan dan berbahaya berkaitan dengan Covid-19". Cicitan tersebut masih bisa diakses.
Twitter mengatakan mereka berusaha merespons lebih cepat dan terbuka terhadap cicitan misinformasi. Juru bicara kampanye Trump, Courtney Parella, menyatakan bahwa media sosial punya agenda sendiri dengan menyensor unggahan sang presiden.
"Silicon Valley dan media arus utama secara konsisten menggunakan platform mereka untuk menakut-nakuti dan menyensor Presiden Trump, demi kepentingan agenda mereka sendiri. Bahkan sekarang, ketika waktu-waktu kritis melawan virus corona," kata Parella.
Reuters mengutip data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, flu menewaskan 22 ribu orang di AS pada musim flu 2019-2020. Sejak kasus Covid-19 di AS awal tahun ini, lebih dari 210 ribu nyawa di negara tersebut dinyatakan tewas akibat Covid-19. Angka tersebut merupakan angka kematian tertinggi di dunia akibat virus SARS-CoV-2.