REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lingkungan hidup koloni pinguin di Tierra del Fuego, di ujung selatan Argentina yang dijuluki ujung dunia tercemar sampah plastik. Ahli biologi Andrea Raya Rey berkiprah mengubah hal ini dengan bantuan penduduk lokal.
Pada 500 tahun lalu, Ferdinand Magellan adalah orang Eropa pertama yang melayari lokasi paling selatan di Amerika Selatan. Di tempat bersuhu dingin inilah hidup jenis pinguin Magellan, yang namanya berasal dari pionir eksplorasi asal Spanyol itu.
Andrea Raya Rey, seorang pakar biologi dari Southern Center for Scientific Research di Argentina, melakukan eksplorasi ke kawasan di selatan yang bernama Tierra del Fuego. Di kawasan inilah ia dan timnya melakukan perjalanan untuk mencapai tujuh koloni penguin yang terpencil.
Salah satu tempat yang dituju adalah Isla Martillo. Di pulau tersebut terdapat sekitar 5.000 pasangan penguin Magellan dan 50 pasangan penguin Gentoo. Koloni itu sudah ada sejak tahun 1970-an, tapi tim Andrea Rey baru mulai mengamatinya sejak tahun 90-an. Sejak itu, jumlah penguin selalu bertambah.
Lautan yang tenang memungkinkan peneliti membawa peralatan mereka ke daratan tanpa banyak masalah. Penguin yang berada di sana tidak tampak terganggu oleh pendatang.
Ada beberapa spesies yang hidup di pulau ini. Andrea Rey telah memenangkan penghargaan bagi pengetahuannya tentang dampak manusia terhadap kehidupan penguin, setelah bertahun-tahun meneliti koloni penguin ini.
Perubahan iklim mempengaruhi kehidupan penguin
Penguin Magellan bertelur dan membesarkan anak-anaknya di sebuah liang yang digali di tanah. Namun demikian, walau terletak jauh di tempat terpencil, keselamatan burung-burung ini masih sangat dipengaruhi aktivitas manusia.
Perubahan iklim yang memicu naiknya suhu laut menyebabkan berubahnya rantai makanan hewan laut. Bagi semua penguin, itu berarti harus berburu lebih lama untuk mendapat makanan dan sekaligus meninggalkan anak-anak mereka untuk waktu lebih lama.
Hal ini mempertajam ancaman yang datang dari camar dan predator-predator lain yang mengincar para bayi penguin.
Andrea Raya Rey mengungkapkan bahwa penguin spesies Eudyptes chrysocome termasuk yang terdampak perubahan iklim yang paling buruk. Mangsa mereka adalah hewan yang sangat kecil seperti larva, yang paling rentan terhadap perubahan suhu air di laut.
Karena sebab itu, penguin mendapatkan lebih sedikit energi dari makanan mereka. Hal ini memiliki dampak jangka panjang pada populasi penguin.
Untuk mengamati pergerakan dan perilaku penguin-penguin tersebut, Andrea Rey dan timnya memasang sistem monitor otomatis dalam bentuk sebuah mikrochip khusus. Sensor pada chip yang dipasangkan pada beberapa burung ini merekam gerakan, agar aktivitas umum di seluruh koloni bisa tercatat.
Penguin tampak sangat rentan, setidaknya jika di daratan. Walau demikian hewan ini sebenarnya penyelam dan perenang hebat. Sejumlah penguin Magellan bisa berenang hingga Uruguay dan Brazil, yang berarti menempuh jarak sepanjang 4.000 kilometer.
Selain sebagai penjaga lautan, hewan ini memainkan peran penting sebagai petunjuk kualitas lingkungan. Penguin menjadi indikasi seberapa sehat ekosistem laut.
Dengan meneliti makanan mereka, seberapa jauh mereka berenang untuk mendapat makanan dan tingkat reproduksi mereka, Andrea Rey dan timnya bisa mengetahui bagaimana keadaan spesies yang tergantung pada lautan ini.
Kota Ushuaia dan upaya memerangi polusi
Penguin mendarat di pantai untuk berkembangbiak dan membesarkan anak. Ini adalah fase yang sangat sensitif dalam hidup hewan ini.
Kini mereka juga menghadapi ancaman tambahan akibat polusi yang semakin meluas. Liang sarang mereka kini semakin dipenuhi sampah plastik, yang sebagian besar berasal dari kota Ushuaia yang terletak tak jauh dari sana.
Andrea Raya Rey berkata bahwa 90 persen sarang berisi sampah plastik, demikian juga perut dan kotoran hewan. Gelombang laut dan angin membawa plastik ke lokasi yang dikira orang belum tersentuh aktivitas manusia.
Empat tahun lalu, penduduk Ushuaia bekerjasama untuk mengatasi masalah sampah. Ini ibaratnya noda yang membuat buruk seluruh kawasan pesisir di kota. Inisiatif ini digagas Maia Muriel, yang terkejut dan marah akibat polusi yang terbawa ke kota terpencil ini oleh angin dan gelombang laut.
"Anda bisa lihat bagaimana anjing mengoyak sampah karena mencari makanan. Ini semua tempatnya di penampungan sampah. Tapi banyak dari semua ini mendarat di jalan-jalan seluruh kota. Kemudian datang burung dan mengambil sisanya. Kami sudah terbiasa mengubur sampah. Kadang, jika salju datang di musim dingin, sampah dibiarkan tergeletak di pantai. Kemudian jika salju lumer, sampah terbawa lagi ke laut,” ucap Maia Muriel.
Turisme dan pelestarian penguin
Disebut sebagai "Gerbang ke Antartika”, Ushuaia merupakan destinasi wisata yang cukup populer. Meski demikian, setengah juta turis yang datang ke Tierra del Fuego setiap tahunnya turut menjadi ancaman bagi ekosistem yang belum tersentuh di wilayah tersebut.
Tahun 2005 Andrea Rey mendirikan sebuah kelompok yang mengkoordinasi inisiatif warga lokal dan operator tur wisata. Sabrina Kizman sebagai koordinator mengungkapkan bahwa tujuan mereka adalah memperbaiki manajemen sektor turisme.
Ia menjelaskan bagaimana turisme telah meningkat belakangan ini, terutama dalam jumlah kapal yang membawa turis ke laut atau ke kanal. Di saat yang bersamaan muncul berbagai kelakuan yang tidak sewajarnya. Ada kapal-kapal yang terlalu mendekat ke pulau dan menggunakan pengeras suara di dekat hewan-hewan.
Andrea Raya Rey mengungkapkan pentingnya wisata yang menyatu dengan alam. Wisata yang harmonis dengan alam akan selalu diterima.
Baginya itu adalah salah satu aktivitas manusia yang sangat mampu menolong usaha pelestarian lingkungan hidup. Namun, yang terpenting adalah menjaga agar populasi, komunitas dan ekosistem tetap semurni mungkin.
Bagi penguin, turisme akan membawa dukungan besar dalam pergumulan mereka untuk bertahan hidup di lokasi yang disebut Batas Akhir Dunia ini.
sumber: https://www.dw.com/id/habitat-pinguin-di-ujung-dunia-terancam-sampah-plastik/a-55132893