REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial (Mensos) Juliari P. Batubara mengingatkan, masa depan bangsa ditentukan oleh mahasiswa. Mensos berpesan agar mahasiswa mewaspadai pengaruh negatif di sosial media yang bisa menjadi indikasi adanya proxy war.
Juliari menekankan, persaingan antar bangsa masih terus berlangsung saat ini. Bentuknya bermacam-macam, termasuk apa yang disebut sebagai proxy war. Yaitu perang yang dilakukan melalui pihak lain, atau tidak langsung, melalui saluran informasi.
Informasi kini berkembang luas dan deras sejalan dengan inovasi teknologi komunikasi yang makin canggih dan dukungan internet. “Dari sini (telepon selulernya) tersebar informasi yang sangat terbuka yang belum tentu kebenarannya. Yang dikhawatirkan kalian sudah mengambil kesimpulan begitu saja tanpa mengecek kebenarannya,” kata Mensos Ari Batubara pada Stadium Generale Universitas Negeri Semarang, akhir pekan ini.
Dalam sambutannya melalui video conference, Mensos menyatakan, hal tersebut menunjukkan bahwa kompetisi saat ini tidak saja dipahami dalam konteks lokal atau nasional, melainkan sudah dalam skala global.
“Itulah yang terjadi. Saat ini, kompetisi tidak saja antarmahasiswa, mahasiswa di sini dengan di perguruan tinggi lain, tapi sudah global," ujar dia.
Jika ingin, kata dia, sebenarnya bisa dengan cara mengeblok semua jaringan internet, seperti yang dilakukan Cina. Dengan demikian tidak ada informasi yang masuk. “Tapi ini bukan pilihan yang baik. Sebab, kita akan seperti katak dalam tempurung. Tentu ini tidak kita harapkan,” katanya.
Oleh karena itu, Mensos berpesan agar mahasiswa sebagai penentu masa depan bangsa, perlu menyiapkan diri menghadapi tantangan tersebut. “Penyaringnya ya sekarang ya mahasiswa sendiri,” katanya.
Di tengah derasnya arus informasi yang banyak dan tak sedikit di antaranya tidak benar, kata dia, mahasiwa perlu menggali kembali nilai-nilai luhur, jati diri bangsa, dan memahami landasan pembentukan negara. “Sadari siapa kita semua ini. Kita ini orang Indonesia. Sebagai orang Indonesia, sudah sewajarnya kita berbudaya Indonesia, bukan budaya Amerika, bukan budaya China, bukan budaya Arab, dan sebagainya,” kata dia.
Indonesia memiliki nilai budaya sendiri, yang intinya adalah gotong royong. “Salah satu nilai dasar kita adalah gotong royong. Ini nilai khas yang tidak ditemukan di negara lain. Jadi dengan gotong royong maknanya, kita adalah bangsa yang perduli dan tidak segan berbagi. Semua beban masalah dipikul bersama dengan elemen bangsa lainnya,” kata Mensos.
Mensos melihat, kini budaya gotong royong ini sudah mulai menipis. Sikap peduli terhadap sesama warga bangsa tidak lagi menonjol.
“Saya yakin semua agama pun mengajarkan sikap perduli dan mencintai sesama. Oleh karena itu, saya minta anak muda seperti mahasiswa untuk memperkuat siap perduli di tengah-tengah masyarakat,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia berpesan agar mahasiswa menjaga dan memperkuat nilai-nilai luhur bangsa di tengah-tengah pergeseran nilai dan perkembangan cepat saat ini.