REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang PS Brodjonegoro menegaskan hingga saat ini tidak ada yang bisa memprediksi terjadinya gempa. Ia juga mengatakan, hasil penelitian terkait potensi gempa di selatan Pulau Jawa harus disikapi sebagai bahan untuk mitigasi.
"Dari segi keilmuan, sampai hari ini belum ada metode atau teori yang bisa memprediksi apakah suatu gempa akan terjadi dan kapan," kata Bambang, dalam diskusi daring, Rabu (30/9).
Terkait hal ini, riset terkait potensi gempa di selatan Pulau Jawa dilihatnya sebagai langkah antisipatif ke depan. "Kita sebagai pemangku kepentingan harus berupaya untuk meningkatkan kesiapsiagaan di kalangan masyarakat itu sendiri, meredam sebesar mungkin dampak dari bencana yang barangkali suatu saat akan terjadi," kata dia lagi.
Sebelumnya, tim peneliti gabungan yang diketuai peneliti ITB, Sri Widiyantoro melakukan penelitian megathrust dan tsunami di selatan Pulau Jawa. Di dalam hasil penelitiannya, ditemukan kemungkinan terjadi gempa dengan magnitudo 8-9 di titik megathrust tersebut.
Jika gempa tersebut terjadi, maka daerah selatan Pulau Jawa berisiko terdampak tsunami maksimal setinggi 20 meter. Gempa ini belum bisa diketahui kapan terjadi. Selain itu, informasi mengenai kondisi lempeng di selatan Pulau Jawa cukup sulit diteliti.
Lebih lanjut, Sri mengatakan penelitian ini dilakukan dengan tim gabungan yang multidisiplin. Penelitian ini memanfaatkan data GPS dari Badan Informasi Geospasial (BIG) dan data seismik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).