Selasa 29 Sep 2020 13:52 WIB

Danau Asin Ditemukan di Bawah Permukaan Mars

Campuran air asin ini mungkin diisi dengan garam yang disebut perklorat.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Mars
Mars

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua tahun lalu, para ilmuwan planet disibukkan dengan potensi penemuan danau di bawah permukaan Mars. Danau ini diduga terkubur jauh di bawah lapisan es dan ada di kutub selatan planet.

Saat ini, penelitian terbaru mengungkapkan lebih banyak kemungkinan itu. Kemungkinan tidak hanya ada satu, namun beberapa danau air asin di Planet Merah tersebut. Disebut dengan akuifer, ini akan mewakili benda cair pertama yang diketahui di Mars.

Baca Juga

Dilansir Discover Magazine, penemuan terbaru lainnya terkiat danau pernah diketahui di sebuah dwarf planet, Ceres. Ini menjadi bagian dari gambaran bahwa air cair lebih tersebar luas di tata surya daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Pada 2018, tim peneliti dari Italia mengumumkan bukti air asin di bawah tutup kutub selatan Mars. Radar sounder pengorbit ESA Mars Express telah mendeteksi bercak terang yang luar biasa terang di bawah es.

Para peneliti berpendapat, itu bisa jadi danau air cair yang melintas 12 mil (20 kilometer) yang mencair dari tutup es dan terperangkap di bawahnya, atau lebih dari satu kilometer di bawah permukaan. Di Bumi, danau serupa terbentuk di bawah gletser, tempat panas dari tanah dan tekanan gletser di atasnya mencairkan sebagian es.

Meski Mars terlalu dingin bagi air murni untuk tetap dalam bentuk cair di bawah gletsernya, itu bisa terjadi jika sangat asin dengan titik beku yang jauh lebih rendah. Tim peneliti mengatakan campuran air asin ini mungkin diisi dengan garam yang disebut perklorat, yang larut dari batuan.

Tapi, Mars tidak terlalu aktif secara geologis dan tidak jelas apakah interior planet dapat memasok sejumlah panas untuk menciptakan danau sebesar itu. Saat ini, tim kembali dengan studi baru, yang diterbitkan 28 September di Nature Astronomy.

Mencari danau di Mars

Menggunakan data dari radar sounder Mars Express, yang disebut MARSIS (Mars Advanced Radar for Subsurface and Ionospheric Sounding), kali ini tim peneliti menganalisis kumpulan data dari 134 profil radar, dibandingkan dengan 29 di studi sebelumnya. Mereka juga membawa pendekatan baru, mengadaptasi teknik radar yang digunakan oleh satelit yang mengorbit Bumi untuk menggambarkan fitur geologi yang terkubur.

Analisis dari tim peneliti tidak hanya melihat seberapa terang suatu area tetapi juga metrik lainnya, seperti bagaimana kekuatan sinyal bervariasi, yang menunjukkan seberapa halus permukaan pantulannya. Sebelumnya, metode ini telah menemukan danau subglasial di Antartika, Greenland, dan Arktik Kanada.

Perdebatan soal kemungkinan kehidupan

Prospek danau bawah tanah dan asin ini juga menambah hal menarik pada perdebatan tentang apakah kehidupan di Mars bisa ada saat ini. Kandungan garam yang ekstrim kedengarannya tidak ramah bagi kehidupan, tetapi beberapa peneliti berpikir itu mungkin saja.

Makalah yang beberapa waktu lalu dirilis oleh sepasang peneliti di Universitas Harvard dan Institut Teknologi Florida (FIT) juga membahas kemungkinan adanya kehidupan di lingkungan bawah tanah di Mars dan bahkan bulan-nya. Organisme ekstremofilik disebut mampu tumbuh dan berkembang biak pada suhu di bawah nol.

“Mereka ditemukan di tempat-tempat yang secara permanen dingin di Bumi, seperti daerah kutub dan laut dalam, dan mungkin juga ada di bulan atau Mars,” ujar Avi Loeb dari Harvard, salah satu penulis studi, dalam siaran pers.

Dalam makalah, yang diterbitkan pada 20 September di The Astrophysical Journal Letters, tim peneliti menghitung bahwa bahkan tanpa penambahan garam, air cair dimungkinkan di Mars dengan kedalaman beberapa mil. Meskipun setiap kehidupan di kedalaman itu akan mengalami tekanan yang menghancurkan dari batuan di atas, beberapa organisme bersel tunggal yang diketahui dapat bertahan hidup.

Satu hal yang pasti, sebenarnya mencari kehidupan seperti itu akan membutuhkan teknologi pengeboran yang jauh melampaui apa yang mampu kita kirimkan ke luar angkasa saat ini. Namun, Loeb dan rekan penulisnya Manasvi Lingam dari FIT, program Artemis NASA dapat membuka jalan bagi eksplorasi bawah permukaan semacam itu dengan mengembalikan manusia ke Bulan, yang dimulai paling cepat pada 2024.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement