REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemajuan teknologi terus diadaptasi di dunia kedokteran. Kali ini, sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan oleh European Society of Cardiology menemukan potensi cara sederhana berbiaya rendah untuk mendapatkan diagnosis dari analisis wajah sebuah swafoto alias selfie.
Studi yang dipublikasikan di European Heart Journal itu menemukan bahwa algoritma komputer pembelajaran mendalam dapat mendeteksi penyakit arteri koroner dengan menganalisis empat foto wajah seseorang dari berbagai sisi. Berdasarkan siaran persnya, dilansir laman Melmagazine, ada beberapa ciri wajah yang cenderung dikaitkan dengan penyakit jantung.
Beberapa di antaranya hanya terkait dengan penuaan, seperti rambut beruban, keriput, sementara yang lain sedikit lebih sulit untuk dipastikan, seperti lipatan daun telinga dan timbunan kecil lemak berikut kolesterol di bawah kulit. Namun, cara ini tidak sering digunakan untuk mendiagnosis masalah jantung secara akurat oleh dokter.
Para peneliti di Brain and Cognition Institute pada Department of Automation, Tsinghua University, Beijing, China mengembangkan program komputer itu agar dapat menganalisis pembuluh darah seseorang melalui foto. Dalam uji coba algoritma dilakukan upaya mendeteksi penyakit jantung dengan benar pada 80 persen kasus dan mendeteksi tidak adanya penyakit jantung pada 61 persen kasus.
Ini jelas tidak sempurna, tapi setidaknya dinilai sebagai permulaan. Meskipun penelitian khusus ini dilakukan di laboratorium dengan foto yang diambil oleh perawat terlatih, bukan tidak mungkin jenis teknologi ini dapat digunakan di masa mendatang.
Ada potensi pasien dapat mengambil beberapa foto selfie dan mengirimkannya ke dokter yang menentukan apakah mereka memerlukan pemeriksaan lebih lanjut atau tidak terkait kesehatan jantungnya. Idealnya, metode ini menawarkan cara yang murah dan dapat diakses untuk memberikan perawatan bagi kelompok berisiko.
Laman Science Daily mengungkap, para peneliti memiliki beberapa kekhawatiran tentang etika alat diagnostik semacam itu, seperti terkait penyalahgunaan teknologi yang mengancam privasi data kesehatan. Sementara itu, para peneliti masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan pada algoritma, termasuk mengujinya pada kumpulan pasien yang lebih luas dengan latar belakang berbeda serta meningkatkan akurasinya.
Untuk saat ini, selfie hanya untuk kesenangan. Namun, dalam beberapa tahun, mungkin cara sederhana itu bisa menyelamatkan hidup.