REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penisilin adalah inovasi yang mengarah pada produksi antibiotik. Penisilin merupakan antibiotik pertama yang digunakan untuk menangani berbagai penyakit yang disebabkan bakteri. Rupanya, penemuan penting ini dilakukan secara tidak sengaja.
Dalam sejarahnya, mengutip new atlas Jumat (25/9), ilmuwan Inggris Sir Alexander Fleming pada 1928 secara tidak sengaja menemukan penisilin. Penemuan yang tidak disengaja itu malah memicu hadirnya industri antibiotik modern, dan membantu mengubah arah pengobatan.
Pada tahun itu, Sir Alexander Fleming diketahui berlibur ke kampung halamannya di Suffolk, Inggris. Dirinya memulai beberapa percobaan kultur bakteri Staphylococcus aureus dalam serangkaian cawan Petri sebelum meninggalkan laboratoriumnya di lokasi yang kini menjadi bagian Imperial College London.
Ketika hendak kembali pada September di tahun yang sama, Fleming malah menemukan salah satu tutup cawan terbuka. Hingga menyebabkan jamur biru kehijauan tumbuh dalam gel nutrisi agar-agar.
Alih-alih membuang kultur yang terkontaminasi itu, dia memeriksanya lebih dekat dan menemukan bahwa di mana jamur tumbuh, tidak ditemukan kultur Staphylococcus aureus.
Mengidentifikasi jamur dari genus Penicillium, Fleming akhirnya menemukan bahwa jamur itu menghasilkan senyawa antibiotik yang diisolasi. Senyawa itu disebut penisilin.
Untuk beberapa alasan, penelitian itu berhenti di sana, karena nyatanya penisilin sangat sulit diproduksi. Hingga akhirnya pada Perang Dunia kedua, penisilin kembali ditingkatkan ke status obat ajaib.
Hal itu, dilatarbelakangi ketika ditemukannya strain Penicillium dari Amerika Serikat yang tumbuh di melon dan menghasilkan penisilin tingkat tinggi.
Dengan dukungan besar dari Departemen Perang AS saat itu, metode produksi baru untuk obat pun dikembangkan. Hingga pada tahun 1944, tersedia sekitar 2,3 juta dosis untuk invasi Sekutu ke Normandia dan 646 miliar unit lainnya diproduksi pada tahun 1945. Akibatnya, kematian dan amputasi di kalangan tentara berkurang hingga 15 persen.
Sejak saat itu, sampel Penicillium asli telah diawetkan di Imperial College London. Kini, ilmuwan dari CABI dan University of Oxford memulai serangkaian dengan eksperimen dengan salah satu sampel tersebut.
Menurut laporan, mereka menemukan bahwa genom dari cetakan aslinya tidak pernah diurutkan. Padahal, urutan genom adalah sesuatu yang penting.
Tim tersebut kemudian mengekstraksi DNA dari sampel yang dibekukan, memeriksa urutannya, dan membandingkannya dengan genom yang diterbitkan dari dua industri Penicillium dari Amerika.
"Penelitian kami dapat membantu menginspirasi solusi baru untuk memerangi resistensi antibiotik," kata Ayush Pathak, dari Departemen Ilmu Kehidupan di Imperial College.
Menurutnya, produksi industri penisilin saat ini terkonsentrasi pada jumlah yang diproduksi. "Tapi ada kemungkinan bahwa metode industri mungkin melewatkan beberapa solusi untuk mengoptimalkan desain penisilin, dan kita dapat belajar dari respons alami terhadap evolusi resistensi antibiotik," ungkap dia.
Tim ilmuwan melihat gen yang menyandikan enzim dan memungkinkan jamur menghasilkan penisilin serta mengatur enzim secara umum. Mereka juga menemukan fakta, meskipun strain Inggris dan Amerika memiliki kode genetik yang serupa, strain AS memiliki lebih banyak salinan dari gen pengatur untuk membuat penisilin.
Namun, enzim penghasil penisilin dari kedua galur tersebut diketahui memang berbeda. Hal itu, menunjukkan bahwa nenek moyang penicilin, berevolusi secara alami untuk menghasilkan enzim yang berbeda.
Menurut tim, penemuan ini penting karena antibiotik seperti penisilin menjadi semakin tidak efektif karena bakteri berperan dalam mengembangkan resistansinya. Terlebih, karena strain AS dan Inggris berevolusi secara berbeda untuk menangani bakteri lokal.