Rabu 23 Sep 2020 08:30 WIB

Kelelahan Berkepanjangan Setelah Sembuh dari Covid-19

Sebagian penyintas Covid-19 mengalami kelelahan berbulan setelah dinyatakan sembuh.

Rep: Mabruroh/ Red: Reiny Dwinanda
Perempuan tidur. Ilustrasi. Kelelahan ini bisa berlangsung lama hingga berbulan-bulan setelah orang dinyatakan sembuh dari Covid-19.
Foto: Health
Perempuan tidur. Ilustrasi. Kelelahan ini bisa berlangsung lama hingga berbulan-bulan setelah orang dinyatakan sembuh dari Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa sebagian besar dari pasien yang dinyatakan pulih dari Covid-19 cenderung mengalami kelelahan. Kelelahan ini bisa berlangsung lama hingga berbulan-bulan setelah mereka dinyatakan sembuh.

"Kelesuan jangka panjang dilaporkan terjadi pada pasien dengan gejala ringan sampai berat. Kelelahan adalah gejala umum pada mereka yang datang dengan gejala infeksi Covid-19," kata Dr Liam Townsend, seorang dokter penyakit menular di Rumah Sakit St. James dan Trinity Translational Medicine Institute di Dublin, Irlandia, dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga

Covid-19 sering kali muncul dengan gejala demam, kelemahan otot, sesak napas, muntah, dan diare. Di lain sisi, efek samping jangka menengah dan jangka panjang dari infeksi masih belum diselidiki.

Penelitian yang akan dipresentasikan pada pertemuan virtual European Society of Clinical Microbiology and Infectious Diseases itu didasarkan pada 128 penyintas Covid-19. Penelitian ini juga belum diterbitkan dalam jurnal peer-review.

"Peserta direkrut sekitar dua setengah bulan pascasembuh, ketika gejala mereka diharapkan sudah tidak ada," ujarnya dilansir dari NBC, Jumat (18/9).

Lebih dari setengah peserta tersebut mengatakan mengalami kelelahan yang berlangsung lama. Peneliti mencari tanda-tanda biologis tertentu yang mungkin bisa menjelaskan penyebabnya, seperti jumlah sel darah putih dan penanda darah inflamasi. Namun peneliti tidak menemukan keterkaitannya.

Yang lebih mendekati, menurut peneliti, adalah karena mereka memiliki riwayat kecemasan atau depresi. Ini yang tampaknya lebih berisiko, meski belum jelas penyebabnya. Kelompok-kelompok tersebut mungkin lebih cenderung mendiskusikan gejala mereka secara terbuka.

"Sampai kita mendapatkan database yang jauh lebih besar dan kuat, saya rasa kita tidak dapat membuat pernyataan apa pun tentang gender," kata Dr. Kristin Englund, seorang dokter penyakit menular di Klinik Cleveland. "Jumlahnya terlalu kecil," tambah dia.

Englund sendiri tidak terlibat dalam penelitian tersebut. Namun ia menambahkan, bahwa masalah kelelahan bisa jadi agak subjektif, karena masalah fisik yang terukur memang bisa diidentifikasi lama setelah tubuh membersihkan virus corona.

"Kami melihat orang-orang tetap mengalami kerusakan paru-paru setelah infeksi Covid-19. Saat ekokardiogram, kami dapat melihat orang-orang mengalami kerusakan jantung akibat infeksi," kata Englund.

Bahkan, studi tersebut menemukan bahwa orang yang tidak pernah cukup sakit untuk dirawat di rumah sakit melaporkan kelelahan jangka panjang. Studi menyoroti pentingnya menilai mereka yang pulih dari Covid-19 mengalami gejala kelelahan parah, terlepas dari tingkat keparahan penyakit awal.

"Kami berhasil mengidentifikasi kelompok yang layak untuk studi lebih lanjut dan intervensi awal," tulis penulis penelitian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement