Rabu 12 Aug 2020 09:56 WIB

'Content Creator Harus Buat Ide dan Kreativitas Baru'

Banyak perubahan yang terjadi dalam pembuatan sebuah konten pada masa pandemi ini.

Virtual Press Conference Gushcloud Whitepaper yang memaparkan laporan resmi mengenai efek dari pandemi Covid-19 terhadap industri influencer marketing di Asia Tenggara berjudul “The New Normal: How Covid-19 has Changed the Fundamentals of Influencer Marketing in Southeast Asia”, Selasa (11/8).
Foto: dokpri
Virtual Press Conference Gushcloud Whitepaper yang memaparkan laporan resmi mengenai efek dari pandemi Covid-19 terhadap industri influencer marketing di Asia Tenggara berjudul “The New Normal: How Covid-19 has Changed the Fundamentals of Influencer Marketing in Southeast Asia”, Selasa (11/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Grup pemasaran dan talenta digital global Gushcloud International (Gushcloud) baru-baru ini merilis sebuah laporan resmi mengenai efek dari pandemi Covid-19 terhadap industri influencer marketing di Asia Tenggara dalam format Whitepaper. Laporan tersebut berjudul “The New Normal: How Covid-19 has Changed the Fundamentals of Influencer Marketing in Southeast Asia”. Whitepaper tersebut dapat diakses publik pada situs Gushcloud International.

Saat virtual press conference dalam rilis Gushcloud Whitepaper, Jang Hansol dan Amel Carla yang tergabung sebagai exclusive talents di Gushcloud berpendapat, sejak adanya pandemi Covid-19 ini, terdapat banyak perubahan yang terjadi dalam pembuatan sebuah konten. 

"Dengan kondisi seperti saat ini, kami sebagai content creator harus dapat membuat ide dan kreativitas baru supaya konten tersebut dapat dinikmati audiens kami meskipun berada di rumah," ungkap Jang Hansol, Selasa (11/8). 

Amel Carla juga mengakui bahwa dalam masa pandemi ini harus mencari ide-ide yang lebih kreatif untuk tetap bisa menarik perhatian audiens yang saat ini semakin banyak memiliki referensi konten. Hal ini berlaku juga untuk beberapa konten yang berafiliasi pada sebuah brand.

Pernyataan mereka sebagai content creator diperkuat oleh beberapa insight dalam Whitepaper tersebut. "Perubahan yang dibawa oleh Covid-19 telah memicu poros utama dalam perilaku konsumen. Seperti apa yang mereka habiskan, konten yang mereka konsumsi, dan prioritas mereka. Agar para digital creator dan industri pemasaran dapat beradaptasi, kita perlu merangkul perubahan ini dan sepenuhnya mengadopsinya untuk mengedepankan strategi baru terhadap merek," ungkap Group CEO Gushcloud International, Althea Lim.

Untuk kasus Indonesia, Country Director Gushcloud Indonesia Oddie Randa, menjelaskan bisnis influencer marketing di tengah pandemi Covid-19 saat ini mampu bertahan meskipun tetap merasakan dampak yang cukup besar dari pengurangan marketing budget dari beberapa big spender. 

"Dengan adanya pengurangan marketing budget ini, Gushcloud melihat ini sebagai sesuatu yang wajar karena banyak bisnis yang harus melakukan penyesuaian dengan lini pendapatan mereka yang terhantam keras oleh pandemi. Dalam beberapa bulan ke depan, semua perusahaan ini akan mampu menyesuaikan diri dengan pandemi dan kembali ke posisi spending seperti semula," ungkap Oddie.

Whitepaper juga mengeksplorasi bagaimana keadaan dunia pasca-Covid-19. Audiens saat ini memiliki dengan kemampuan pembelian digital yang luas, pemegang merek dan influencer harus melihat dan memanfaatkan strategi e-commerce seperti live-commerce dan social commerce sebagai peluang pendapatan baru. Dalam hal output konten, peluang baru dari adopsi format dan platform baru seperti TikTok, Twitch, dan Instagram Live diperkirakan akan bertahan untuk jangka Panjang. Pemegang merek dan influencer harus berupaya mengoptimalkan konten pemasaran mereka untuk platform ini.

AVP Social Media & Community Blibli.com, Lani Rahayu,  mengungkapkan bahwa pelaku industri dan brand juga harus menyesuaikan diri dalam memanfaatkan influencer marketing. Blibli, yang merupakan platform e-commerce, memiliki keunggulan lebih dalam melihat karakteristik pasar terutama dari kacamata pelanggan. 

"Sebagai sebuah brand, kami juga harus mengambil satu langkah di depan pasar agar dapat memanfaatkan influencer marketing dengan maksimal. Sebagai contoh, Blibli telah menerapkan hal ini saat mengadakan program live streaming Blibli 9th Anniversary: Bagi-Bagi Hepi yang terbukti sukses menarik perhatian, bahkan mereka yang belum menjadi pelanggan kami. Hal ini menunjukkan sinergi dan kolaborasi antara brand dan influencer adalah suatu keharusan di situasi New Normal," tutur Lani.

Whitepaper menampilkan wawasan dari para profesional industri dari seluruh wilayah, dan juga dibentuk atas kolaborasi dengan Crystal Abidin (Internet Studies, Curtin University), seorang antropolog dan ahli etnografi yang meneliti budaya influencer, terutama hubungan kaum muda dengan selebriti internet, visibilitas online dan budaya pop media sosial.

"Memang, pandemi ini terbukti menjadi periode yang sangat sulit bagi seluruh industri. Namun, dengan adanya situasi ini juga menciptakan peluang baru untuk influencer, content creator, bisnis, dan agensi merek. Jika ada industri yang mampu gesit dan cepat untuk menyesuaikan dan beradaptasi dengan perubahan besar, itulah industri pencipta digital," kata Althea Lim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement