Sabtu 01 Aug 2020 12:46 WIB

Sejarawan Sebut Pandemi Covid-19 Mirip Seperti Flu Spanyol

Pemerintah kolonial berkeliling dengan mobil menyosialisasikan bahaya flu spanyol.

Para prajurit Amerika Serikat dirawat di rumah sakit darurat di Camp Fuston, Kansas, sehubungan mewabahnya Flu Spanyol pada 1918.
Foto: wikipedia.org
Para prajurit Amerika Serikat dirawat di rumah sakit darurat di Camp Fuston, Kansas, sehubungan mewabahnya Flu Spanyol pada 1918.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan Universitas Indonesia Tri Wahyuning M Irsyam mengatakan kondisi pandemi COVID-19 mirip dengan kondisi saat terjadi wabah flu spanyol pada 1918. Dia mengatakan pemerintah kolonial rutin berkeliling dengan mobil untuk menyosialisasikan bahwa penyakit itu mematikan, lebih baik di rumah saja, memakai masker dan menjaga kebersihan.

Tri mengatakan hal itu dilakukan pemerintah kolonial Hindia Belanda karena tidak semua orang pada saat itu bisa membaca koran dan mendapatkan informasi yang benar. Pemerintah kolonial menggunakan cara-cara sosialisasi secara langsung agar masyarakat pendudukan tidak menganggap remeh dan tetap waspada terhadap flu spanyol yang sedang mewabah.

Baca Juga

Menurut Tri, pada saat itu terdapat perbedaan sudut pandang antara pemerintah kolonial dengan masyarakat dalam menanggapi flu spanyol. "Masyarakat memandang penyakit tersebut bersumber dari alam seperti debu, angin dan lain-lain. Sementara pemerintah kolonial melihat sumber penularan berasal dari luar, yaitu orang-orang pendatang yang menjadi pembawa virus," kata dia, dalam acara bincang-bincang Satuan Tugas Penanganan COVID-19 yang disiarkan melalui akun Youtube BNPB Indonesia, Sabtu (1/8).

Tri mengatakan pada masa awal flu spanyol terjadi, hampir tidak ada yang siap baik pemerintah negara-negara di dunia maupun masyarakatnya. Ketidaksiapan itu terlihat dari penanganan yang lamban.

Ketika wabah penyakit itu mulai terjadi, para petinggi sejumlah negara seolah-olah abai dengan fenomena yang terjadi di masyarakat. Begitu pula dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Ketika sudah ada laporan dari daerah melalui telegram yang menyatakan sudah ada banyak korban, di antaranya dari Bali dan Banyuwangi, laporan itu tertahan di lembaga yang secara administratif setara dengan sekretariat negara selama berbulan-bulan.

"Karena tidak mendapat tanggapan, pemerintah kolonial di daerah akhirnya menjadi panik dan menyerahkan kepada masyarakat agar bertindak sendiri," tuturnya.

Masyarakat akhirnya lebih mengedepankan upaya pengobatan tradisional. Di dalam Serat Centini disebutkan sejumlah bahan-bahan alami seperti jamu yang kerap digunakan sebagai pengobatan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement