REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meutya Viada Hafid, Ketua Komisi I DPR Republik Indonesia mengatakan, sharing economy adalah sebuah model bisnis berbentuk ekonomi berbagi yang sedang menjadi sorotan lantaran maraknya pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Selain itu sharing economy membawa semangat perubahan dalam memanfaatkan TIK.
“Sharing economy itu ditandai dengan kompetisi itu dijadikan partner. Sesama pelaku usaha yang satu bidang atau berbeda dapat melakukan kolaborasi atau kerja sama. Ini lebih baik jika mereka tak menjadi kompetitor. Di dalam industri telekomunikasi juga dikenal dengan sharing infrastructure. Sharing infrastructure telekomunikasi ditujukan untuk mempercepat pembangunan jaringan,” kata Meutya dalam webinar bertema Penerapan Sharing Economy di Sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi yang digelar Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia.
Lanjut Meutya, Komisi I DPR RI mendukung prinsip sharing economy sebagai langkah pemanfaatan TIK dengan memperhatikan aturan dan kaidah yang berlaku di NKRI serta menerapkan prinsip usaha yang legal dan transparan.
Pengamat telekomunikasi, Nonot Harsono, berkata sharing infrastructure di industri telekomunikasi sudah terjadi. Mantan komisioner BRTI mengingatkan saat ini sharing di industri telekomunikasi hanya sebatas sharing infrastructure pasif seperti menara, backbone dan ducting. Sedangkan sharing infrastructure aktif belum diperkenankan diberlakukan di Indonesia.
“Industri telekomunikasi di Indonesia itu high resolution. Saat ini untuk sharing infrastructure aktif seperti Open Access Networks (OAN) dan MVNO belum dapat diterapkan di Indonesia. Sharing hanya dapat dilakukan di jaringan backbone dengan skema sewa. Regulasi telekomunikasi Indonesia masih menggunakan UU 36/1999 yang bebasis kompetisi terbuka," kata dia.
Nonot berkata, dalam konsep ini setiap perusahaan harus membangun jaringannya masing-masing. Dengan diwajibkan memenuhi komitment pembangunan. "Mereka harus melakukan efesiensi sendiri. Sehingga konsep sharing tidak bisa dijalankan,” terang Nonot.
Nonot menilai sharing infrastructure aktif telekomunikasi tidak mendorong penggelaran infrastruktur telekomunikasi, sehingga tidak sejalan dengan upaya pemerintah dalam memperluas jangkauan dan meningkatkan bandwidth jaringan telekomunikasi. Agar objektif pemerintah untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan bandwidth jaringan telekomunikasi, Nonot menyarankan pemerintah dapat mengimplementasikan sharing pada teknologi baru. Ini disebabkan teknologi baru belum dimulainya investasi dan tidak ada kompetisinya.
Dalam penerapan teknologi existing di mana telah terdapat investasi dan kompetisi, kata Nonot, kebijakan sharing akan merugikan pihak yang telah berinvestasi. Selain itu sharing juga bisa dilakukan di calon ibu kota baru. Pemerintah dapat mendesain sejak awal jaringan telekomunikasi di ibu kota baru. Termasuk untuk kebutuhan pemerintah dan masyarakat umum.