Rabu 29 Jul 2020 15:15 WIB

5 Negara Mematikan Bagi Aktivis Lingkungan

Pembunuhan aktivis lingkungan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Sisa kayu yang ditebang oleh pelaku ilegal logging di Hutan Amazon Brazil
Foto: Ueslei Marcelino/Reuters
Sisa kayu yang ditebang oleh pelaku ilegal logging di Hutan Amazon Brazil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laporan terbaru dari Global Witness mengungkap adanya lonjakan pembunuhan terhadap aktivis lingkungan di seluruh dunia. Mereka yang dibunuh termasuk pemimpin masyarakat adat yangmempertahankan lahan yang mereka sebut rumah.

Pembunuhan aktivis lingkungan terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut sebuah laporan terbaru LSM yang berbasis di London, Global Witness, sebanyak 212 aktivis lingkungan dan agraria, terbunuh di tahun 2019.

Baca Juga

Jumlah ini meningkat 30 persen dari tahun 2018 dengan jumlah 164 aktivis. Sekitar 40 persen dari aktivis yang terbunuh adalah penduduk pribumi dan pemilik tanah tradisional.

Lebih dari dua pertiga pembunuhan terjadi di Amerika Latin. Kolombia menempati posisi teratas dengan 64 pembunuhan yang terjadi akibat gagalnya implementasi perjanjian damai 2016 dengan FARC. Negara itu juga dinilai gagal memberikan perlindungan terhadap petani yang beralih dari koka ke kakao dan kopi untuk mengurangi produksi kokain.

Meningkatnya pembunuhan aktivis secara keseluruhan merupakan bagian dari tren yang lebih luas. Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature pada tahun 2019 menunjukkan bahwa dalam rentang 15 tahun (antara 2002-2017), lebih dari 1.558 aktivis lingkungan terbunuh. Jumlah ini meningkat dua kali lipat yaitu dari dua menjadi empat pembunuhan per minggu selama periode tersebut.

Mary Menton, seorang peneliti di bidang keadilan lingkungan di Universitas Sussex yang turut menulis laporan itu mengatakan dia “tidak akan kaget” jika angka pembunuhan yang sebenarnya, akan meningkat berlipat ganda.

Sebab, ada kegagalan dalam hal pelaporan bahkan dalam penyelidikan pembunuhan. Sementara itu, Menton mengatakan hanya 10 persen pelaku pembunuhan yang dituntut hukum.

Meningkatnya konflik atas kelangkaan sumber daya lahan yang terjadi di tengah meningkatnya permintaan konsumen global akhirnya memaksa para pemimpin masyarakat adat untuk melindungi wilayah mereka, kata Rachel Cox, seorang juru kampanye Global Witness.

“Masyarakat adat sangat rentan menerima serangan,” ujarnya.

Dia merujuk pada minoritas yang berjuang menentang pertambangan, penebangan dan proyek agribisnis yang melanggar batas yang mereka sebut rumah. Tapi pembunuhan itu ibaratnya hanya puncak dari gunung es.

“Masih banyak lagi aktivis yang diserang, dipenjara, atau bahkan dihadapkan dengan kampanye kotor karena pekerjaan mereka,” kata Cox.

Inilah lima negara dengan tingkat kematian aktivis tinggi pada tahun 2019.

Filipina

Filipina adalah negara paling mematikan bagi aktivis lingkungan pada tahun 2018. Setidaknya 46 aktivis lingkungan dibunuh tahun lalu di Filipina. Angka ini meningkat sebanyak 53 persen dan terjadi di tahun-tahun awal kepemimpinan Duterte. Sekitar 26 pembunuhan dilaporkan berhubungan dengan agribisnis, dan merupakan yang tertinggi di dunia.

Presiden Duterte juga menggunakan undang-undang anti-teror kejam untuk menekan aktivis dengan menyebut mereka sebagai penjahat.

Pulau selatan Mindanao tetap menjadi hotspot dengan 19 pembunuhan terkait lingkungan pada tahun 2019 akibat oposisi berkelanjutan terhadap perkebunan kelapa sawit dan agribisnis. T

Menurut laporan Global Witness, upaya perlawanan semacam ini sejatinya diperlukan untuk melindungi Filipina yang punya kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim, terutama angin topan.

sumber: https://www.dw.com/id/5-negara-mematikan-bagi-aktivis-lingkungan/a-54360494

sumber : DW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement