Sabtu 25 Jul 2020 05:22 WIB

NASA Luncurkan Balon Raksasa untuk Pelajari Kosmos

Balon raksasa akan meneliti bintang yang baru terbentuk atau pun supernova.

Rep: Abdurrahman Rabbani/ Red: Dwi Murdaningsih
Alam semesta (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Alam semesta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Antariksa AS (NASA) sedang mengerjakan misi baru. Misi itu adalah mengirimkan teleskop setinggi 8,4 kaki ke stratosfer di atas balon berukuran sebesar stadion sepak bola.

Adalah ASTHROS (Astrophysics Stratospheric Telescope for High Spectral Resolution Observations at Submillimeter-wavelengths) yang akan diluncurkan mengamati panjang gelombang cahaya yang tidak terlihat dari tanah.

Baca Juga

Peluncuran dijadwalkan pada Desember 2023 dari Antartika. Teleskop akan melayang di arus udara di atas Antartika. ASTHROS akan mengamati cahaya inframerah-jauh, atau cahaya dengan panjang gelombang yang jauh lebih lama daripada yang terlihat oleh manusia.

“Berarti perlu mencapai ketinggian sekitar 130.000 kaki, atau 24,6 mil. Itu masih di bawah batas ruang angkasa, tetapi akan cukup tinggi untuk melihat panjang gelombang cahaya yang terhalang oleh atmosfer Bumi,” kata NASA dilansir dari Cnet, Jumat (24/7).

Instrumen onboard akan mengukur gerakan dan kecepatan gas di sekitar bintang yang baru terbentuk. Misi ini akan memeriksa empat target utama, termasuk dua daerah pembentuk bintang di Bima Sakti.

“Ini juga akan memetakan keberadaan dua jenis ion nitrogen, yang dapat mengungkapkan tempat-tempat di mana angin dari bintang masif dan ledakan supernova telah membentuk kembali awan gas di dalam wilayah pembentuk bintang ini," kata NASA.

Melalui proses yang disebut stellar feedback, peristiwa ini dapat melontarkan materi di sekitarnya dan menghalangi pembentukan bintang. Di sisi lain, stellar feedback juga dapat mendorong materi untuk berkumpul dan mempercepat pembentukan bintang.

Tim NASA berharap untuk belajar lebih banyak tentang bagaimana cara kerja stellar feedback dan untuk mencari informasi baru yang akan meningkatkan simulasi komputer terhadap evolusi galaksi.

Tim NASA baru-baru ini menyelesaikan desain untuk muatan pengamatan, termasuk teleskop yang akan menangkap cahaya, dan subsistem seperti sistem pendingin dan elektronik. Insinyur di Jet Propulsion Laboratory NASA, yang mengelola misi, akan mengintegrasikan dan menguji subsistem tersebut pada awal Agustus untuk memastikan apakah sistem tersebut bekerja seperti apa yang telah direncanakan.

NASA mengungkapkan misi balon ini memiliki keuntungan tidak hanya biayanya yang lebih murah dari misi luar angkasa, tetapi rentang waktu antara perencanaan awal dan penyebaran lebih singkat. Hal ini berarti balon dapat menangani risiko teknologi baru yang belum pernah digunakan di luar angkasa, termasuk tantangan teknis atau operasional yang tidak diketahui yang dapat memengaruhi hasil akhir.

Proyek balon ini pun menawarkan kesempatan untuk bekerja melewati tantangan-tantangan tersebut dan membantu misi di masa depan yang lebih baik dengan menggunakan teknologi ini.

"Kami bermaksud melakukan pengamatan astrofisika yang belum pernah dicoba sebelumnya. Misi ini akan membuka jalan bagi misi ruang angkasa di masa depan dengan menguji teknologi baru dan memberikan pelatihan bagi generasi insinyur dan ilmuwan berikutnya,” kata insinyur dan manajer proyek JPL Jose Siles dalam rilisnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement