Selasa 21 Jul 2020 13:38 WIB

Komputasi Bantu Penemuan dan Pengembangan Obat

Komputasi atau pemanfaatan komputer membantu proses efisiensi dalam penemuan obat.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Nora Azizah
Komputasi atau pemanfaatan komputer membantu proses efisiensi dalam penemuan obat (Foto: ilustrasi penemmuan obat)
Foto: Livescience
Komputasi atau pemanfaatan komputer membantu proses efisiensi dalam penemuan obat (Foto: ilustrasi penemmuan obat)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pengembangan obat terus dilakukan demi hasilkan produk bermanfaat bagi umat manusia. Namun, pengembangan obat butuh tahapan proses panjang dan tidak mudah, bahkan perlu waktu bertahun-tahun dan memakan biaya tidak kecil.

Guru Besar Sekolah Farmasi ITB, Prof Daryono Tjahjono mengatakan, proses penemuan obat cukup kompleks, bisa delapan sampai 16 tahun. Selain itu, ia melihat, dibutuhkan biaya yang besar untuk bisa merilis satu molekul obat saja.

Baca Juga

Namun, ia menyebut, metode komputasi atau pemanfaatan komputer membantu proses efisiensi dalam penemuan obat. Yang mana, untuk hasilkan satu molekul dengan percobaan standar, biaya yang dibutuhkan rata-rata Rp 18 triliun.

"Dengan bantuan komputasi biaya bisa jadi setengahnya. Kemajuan komputasi baik software maupun hardwaree sangat berpengaruh dalam efisiensi penemuan obat," kata Daryono dalam webinar New Perspective on Drugs Discovey and Development in Industrial Revolution 4.0 yang digelar Fakultas Farmasi UGM, Selasa (21/7).

Komputasi bisa pula memangkas waktu saring ribuan molekul dan temukan senyawa potensial yang bisa dipakai sebagai obat baru. Misal, dalam menemukan senyawa potensial cegah penyakit tidur atau tripanosomiasis yang jadi endemi Afrika.

Melalui komputasi, berhasil ditemukan sekitar 3-5 senyawa yang potensial dari 4.803 senyawa yang diteliti. Kini, metode ini turut digunakan untuk menemukan senyawa potensial untuk membantu mencegah virus corona SARS-Cov-2.

Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Prof. Suwijiyo Pramono menuturkan, Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar dalam tanaman herbal yang dimiliki. Namun, potensi besar yang selama ini ada dilihat belum tereksplorasi dengan baik.

"Ada 30.000 spesies tanaman yang tumbuh dari Sabang sampai Merauke, dan 3.000 di antaranya merupakan komponen jamu kita. Lalu, 300 spesies tanaman dipakai industri herbal, masih banyak yang belum terekspolrasi," ujar Suwijiyo.

Untuk itu, ia menekankan, perlu eksplorasi secara tepat dan efektif. Beberapa di antaranya seperti tidak mengekspor bahan mentah, menetapkan strategi untuk eksplorasi secara efisien, dan seleksi prioritas dari program eksplorasi.

Kemudian, memberi kesempatan industri produksi produk tanaman obat berdasar riset dari lembaga pendidikan tinggi dengan fasilitasi pemerintah. Langkah itu perlu dilakukan untuk tetapkan riset yang baik dan berorientasi produk.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement